Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Iman Tanpa Melakukan Nazhar Tidak Sah & Kafir Menurut Asyariyah, Benarkah?





 Yurifa Iqbal


Pertama-tama kita perlu memahami bahwa menurut pandangan aqidah Asyariyah, kewajiban pertama yang harus dilakukan oleh mukallaf (baligh dan berakal) adalah melakukan nazhar alias berpikir. 

Berikut ini beberapa nukilan dari kitab-kitab aqidah Asyariyah yang berkaitan dengan pembahasan ini.

Dalam kitab

الإحكام في أصول الأحكام

juz 4 halaman 223 disampaikan :

أن النظر واجب، وفي التقليد ترك الواجب فلا يجوز، ودليل وجوبه أنه لما نزل قوله تعالى: ﴿إن في خلق السماوات والأرض﴾ الآية، قال رسول الله ﷺ : ««ويل لمن لاكها بين لحييه ولم يتفكر فيها»» توعد على ترك النظر والتفكر فيها، فدل على وجوبه

Sesungguhnya nazhar alias berpikir hukumnya wajib, sedangkan taqlid alias ikut-ikutan dalam perkara aqidah sama dengan mengabaikan kewajiban yang ini tentu saja tidak diperbolehkan, adapun dalil wajibnya melakukan nazhar alias berpikir adalah ketika turun ayat Al Qur'an : (sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi), maka Rasulullah Muhammad ﷺ bersabda : [celakalah bagi siapapun yang mengucapkan/membacanya namun tidak berpikir berkaitan dengan penciptaan langit dan bumi], dari sini terdapat ancaman bagi yang tidak melakukan nazhar & tidak merenungi tanda-tanda penciptaan langit dan bumi, maka melakukan nazhar hukumnya wajib.

Hampir senada dengan keterangan Imam Al Amidi diatas, Imam Fakhruddin Ar Razi dalam kitab

تفسير الرازي

juz 32 halaman 217 menyampaikan ada tiga kewajiban yang harus dilakukan pertama kali oleh mukallaf dimana ketiganya masih diperselisihkan oleh ulama Asyariyah :

اتفق المتكلمون على أن أول الواجبات معرفة الله تعالى، أو النظر في معرفة الله، أو القصد إلى ذلك النظر، على الاختلاف المشهور فيما بينهم

Ulama mutakallimin (Asyariyah & Maturidiyah) telah bersepakat bahwa kewajiban pertama kali yang dilakukan mukallaf adalah mengenal Allah Ta'ala atau nazhar/berpikir untuk mengenal Allah Ta'ala atau sengaja untuk melakukan nazhar alias berpikir, dimana ketiganya masyhur diperselisihkan oleh ulama mutakallimin.

Kemudian Imam Abul Ma'ali Al Juwaini mempertajam konsep kewajiban pertama kali yang harus dilakukan oleh mukallaf ini. Dalam kitabnya 

الإرشاد إلى قواطع الأدلة في أصول الاعتقاد

yang tercetak pada halaman 11 dijelaskan :

أول ما يجب على العاقل البالغ، باستكمال سن البلوغ أو الحلم شرعا: القصد إلى النظر الصحيح المفضي إلى العلم بحدث العالم

Secara syar'i kewajiban pertama yang harus dilakukan oleh orang baligh dan berakal (mukallaf) yang ditandai dengan sampainya di usia baligh atau mimpi basah adalah sengaja untuk melakukan nazhar alias berpikir yang benar yang dapat mengantarkan pada keyakinan akan barunya alam semesta (bukan qadimnya alam semesta).

Dalam kitab

تحفة المريد على جوهرة التوحيد

halaman 83 disampaikan pendapat terkuat berkaitan dengan kewajiban pertama kali atas mukallaf :

الأصح أن أول واجب مقصدا: المعرفة، وأول واجب وسيلة قريبة: النظر، ووسيلة بعيدة: القصد إلى النظر، وبهذا يجمع بين الأقوال الثلاثة

Pendapat yang paling kuat dalam bahasan kewajiban pertama kali atas mukallaf secara TUJUAN adalah mengenal Allah Ta'ala, sedangkan kewajiban pertama kali atas mukallaf secara SARANA YANG TERDEKAT adalah nazhar alias berpikir dan secara SARANA YANG JAUH adalah sengaja untuk melakukan nazhar alias berpikir, dengan konsep inilah ketiga pendapat tersebut dapat disatukan.

Bahkan kewajiban nazhar alias berpikir merupakan ijma/kesepakatan ulama! Berikut keterangannya.

Dalam kitab

أبكار الأفكار في أصول الدين

juz 1 halaman 155 disampaikan :

أجمع أكثر أصحابنا والمعتزلة وكثير من أهل الحق من المسلمين على أن النظر المؤدي إلى معرفة الله تعالى واجب، غير أن مدرك وجوبه عندنا الشرع، خلافا للمعتزلة في قولهم: إن مدرك وجوبه العقل دون الشرع

Mayoritas ulama kami dari Asyariyah, Muktazilah, dan banyak ahli ilmu kaum muslimin sepakat bahwa sesungguhnya nazhar alias berpikir yang mengantarkan pada mengenal Allah Ta'ala hukumnya wajib, meskipun pijakan kewajiban nazhar menurut kami Asyariyah adalah Syariah, berbeda dengan Muktazilah yang menyatakan bahwa pijakan kewajiban nazhar adalah akal bukan Syariah.

Dalam kitab 

المواقف في علم الكلام

halaman 28 dinyatakan :

النظر في معرفة الله واجب إجماعا، واختلف في طريق ثبوته؛ فهو عند أصحابنا السمع وعند المعتزلة العقل

Nazhar alias berpikir dalam rangka untuk mengenal Allah Ta'ala hukumnya wajib berdasarkan ijma/kesepakatan para ulama, meskipun ulama berbeda pendapat dalam metode penetapannya, menurut kami Asyariyah kewajiban nazhar berasal dari dalil sam'iy (Al Qur'an, Hadits, Ijma) sedangkan menurut Muktazilah kewajiban nazhar berasal dari akal.

Kembali ke pertanyaan pada judul tulisan, benarkah iman yang mewujud pada diri mukallaf tanpa melakukan nazhar alias berpikir tidak sah menurut Asyariyah? Konsekuensi dari konsep ini adalah kafirnya mukallaf yang tidak melakukan nazhar dan hanya taqlid alias ikut-ikutan dalam perkara aqidah!

Harus kita akui ini adalah 1 dari 6 pendapat Asyariyah! Meskipun pendapat tersebut bukanlah pendapat terkuat dalam madzhab aqidah Asyariyah.

Masih dalam kitab

 تحفة المريد على جوهرة التوحيد

halaman 77 dijelaskan :

وحاصل الخلاف فيه أقوال ستة

Perselisihan ulama Asyariyah dalam bahasan sah atau tidak sahnya iman mukallaf yang taqlid alias ikut-ikutan dalam perkara aqidah terbagi menjadi 6 pendapat.

الأول: عدم الاكتفاء بالتقليد بمعنى عدم صحة التقليد، فيكون المقلد كافرا، وعليه السنوسي في الكبرى

1. Tidak sahnya iman mukallaf yang taqlid alias ikut-ikutan dalam perkara aqidah, sehingga dia menjadi kafir, ini merupakan pendapat Imam As Sanusi dalam kitab aqidah kubro.

الثاني: الاكتفاء بالتقليد مع العصيان مطلقا، أي سواء كان فيه أهلية للنظر أم لا

2. Iman mukallaf yang taqlid dihukumi sah (tidak kafir) namun dia teranggap bermaksiat entah dia mampu untuk melakukan nazhar alias berpikir atau tidak memiliki kemampuan tersebut.

الثالث: الاكتفاء به مع العصيان إن كان فيه أهلية للنظر وإلا فلا عصيان

3. Iman mukallaf yang taqlid & tidak melakukan nazhar dihukumi sah (tidak kafir) namun dia bermaksiat jika memiliki kemampuan untuk nazhar alias berpikir, sedangkan jika tidak memiliki kemampuan nazhar maka tidak bermaksiat.

الرابع: أن من قلد القرآن والسنة القطيعة صح إيمانه لاتباعه القطعي، ومن قلد غير ذلك لم يصح إيمانه لعدم أمن الخطأ على غير المعصوم

4. Iman siapa pun yang taqlid pada Al Quran dan As Sunnah yang qathi/pasti dihukumi sah karena mengikuti dalil yang qathi/pasti, sedangkan siapa pun yang taqlid pada SELAIN Al Quran dan As Sunnah yang qathi maka imannya tidak sah karena dikhawatirkan keliru dan masuk dalam hal yang tidak terjaga.

الخامس: الاكتفاء به من غير عصيان مطلقا، لأن النظر شرط كمال، فمن كان فيه أهلية النظر، ولم ينظر فقد ترك الأولى

5. Iman mukallaf yang taqlid dihukumi sah dan dia tidak bermaksiat secara mutlak, karena nazhar adalah syarat sempurnanya iman, siapa pun yang memiliki kemampuan nazhar namun tidak melakukannya maka dia meninggalkan keutamaan.

السادس: أن إيمان المقلد صحيح ويحرم عليه النظر، وهو محمول على المخلوط بالفلسفة

6. Iman mukallaf yang taqlid dihukumi sah serta haram hukumnya melakukan nazhar, dimana pendapat ini tercampur dengan filsafat.

Diantara 6 pendapat ini manakah yang menjadi pegangan dalam madzhab aqidah Asyariyah? Jawabannya adalah pendapat ketiga! Masih dalam kitab yang sama Al Allamah Al Bajuri menyampaikan :

والقول الحق الذي عليه المعول من هذه الأقوال: القول الثالث

Pendapat yang benar dan menjadi pegangan dari 6 pendapat ini adalah pendapat ketiga.

Kesimpulannya adalah menurut aqidah Asyariyah kewajiban pertama kali atas mukallaf adalah melakukan nazhar alias berpikir dalam rangka untuk mengenal Allah. Bahkan kewajiban nazhar ini merupakan ijmak ulama sebagaimana yang diutarakan Imam Al Amidi dan Imam Al Iji! Dan pendapat terkuat dalam madzhab aqidah Asyariyah adalah iman seorang mukallaf yang tidak melakukan nazhar dan hanya taqlid padahal punya kemampuan nazhar dihukumi sah namun teranggap bermaksiat sedangkan jika tidak memiliki kemampuan nazhar maka imannya sah & tidak bermaksiat.

Demikian pembahasan ringkas terkait hal ini. Semoga bermanfaat.

والله تعالى أعلم بالصواب