Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menetapkan Jatuh Tempo Dalam Akad Hutang Piutang, Bolehkah?

 







Yurifa Iqbal


Hutang piutang dalam fiqih dinamakan dengan akad qardh (القرض). Di dalam kitab
التقريرات السديدة في المسائل المفيدة
pada juz 2 halaman 45 secara syar'i qardh didefinisikan dengan :

تمليك الشيء على أن يرد مثله

menyerahkan kepemilikan sesuatu pada orang lain dengan kewajiban orang tersebut mengembalikan ganti yang semisal.

Dalam kehidupan sehari-hari sering kita jumpai misalnya Fulan berhutang sejumlah uang kepada Allan, kemudian Fulan dan Allan bersepakat katakanlah dalam tempo waktu 5 bulan hutang tersebut sudah dilunasi.

Dalam kasus hutang piutang seperti itu bolehkah ditetapkan jatuh tempo? Dengan kata lain jika di akad hutang piutang tersebut terdapat syarat penentuan waktu pelunasan (jatuh tempo) diantara kedua belah pihak yang berakad apakah diperbolehkan?

Bagaimana pula pandangan para fuqaha?

Di dalam kitab
المعتمد في الفقه الشافعي
juz 3 halaman 173 - 174 disampaikan :

إذا شرط المقرض أجلا لرد القرض و ليس له غرض من ذلك، فيصح العقد و يلغو الشرط ، فلا يلزم الأجل, لأنه عقد يمتنع فيه التفاضل، فامتنع فيه الأجل كالصرف

apabila pihak yang menghutangi (memberi hutang) mempersyaratkan batas waktu (tempo) dalam pengembalian hutang dan pihak yang menghutangi ini tidak memiliki motif dan tujuan apapun terkait syarat tersebut, maka akad hutang piutang dihukumi sah sedangkan syarat batas waktu (tempo) tadi tidak berlaku, maka penentuan batas waktu alias tempo dalam hutang piutang ini tidak mengikat, karena ini adalah akad hutang piutang yang didalamnya tidak boleh ada kelebihan serta tambahan, sehingga penentuan batas waktu alias tempo dalam hutang piutang juga tidak diperbolehkan sebagaimana dalam akad sharf (akad pertukaran mata uang).

لكن يندب الوفاء بالأجل، لأنه وعد كما في تأجيل الدين الحال

akan tetapi meskipun demikian tetap disunnahkan untuk melunasinya pada batas waktu/tempo yang telah ditentukan karena hal tersebut adalah janji sebagaimana dalam kasus penundaan hutang dain yang telah jatuh tempo.

وإن كان للمقرض غرض في الأجل كزمن نهب، و المستقرض مليء، فيبطل العقد و الشرط، لما فيه من جر المنفعة للمقرض

adapun jika pihak yang menghutangi memiliki motif dan tujuan dalam penetapan batas waktu/tempo seperti ketika pada masa banyak perampokan sedangkan pihak yang berhutang dalam keadaan mampu dan memiliki kelapangan, maka akad hutang piutang sekaligus syarat batas waktu dihukumi batal dan tidak sah dikarenakan adanya manfaat yang didapatkan pihak yang menghutangi.

Senada dengan keterangan diatas, dalam kitab madzhab Asy Syafiiyyah lainnya semisal kitab
الفقه المنهجي على مذهب الإمام الشافعي رحمه الله تعالى
juz 3 halaman 99 juga disampaikan :

للمقرض أن يطالب ببدل القرض متى شاء، سواء أشرط أجل في العقد أم لم يشرط. وعليه: إذا شرط اجل في العقد فلا يلزم الوفاء به، ويعتبر لاغيا

bagi pihak yang menghutangi dapat menagih piutangnya kepada pihak yang berhutang kapanpun dia mau, entah itu disyaratkan ada batas waktu/tempo dalam akad hutang piutang ataupun tidak disyaratkan, oleh karena itu jika disyaratkan penetapan batas waktu tempo dalam akad hutang piutang maka tidak wajib menepatinya dan syarat tersebut tidak berlaku alias batal.

وهل يؤثر على العقد؟ ينظر

apakah hal ini berpengaruh pada keabsahan akad hutang piutang? Maka perlu dilihat.

فإن كان في شرط الأجل غرض للمقرض - كما لو كان الزمن زمن نهب، وشرط له أجلا للوفاء يغلب على ظنه الأمن فيه - فإنه يفسد العقد، لما فيه من جر المنفعة للمقرض، فصار كشرط زيادة في العقد

jika dalam syarat penetapan batas waktu atau tempo tersebut ada motif dan tujuan pihak yang menghutangi [seperti pada masa banyak perampokan dan pihak yang menghutangi menetapkan syarat tempo pelunasan hutang agar dilunasi ketika diduga kuat keadaan sudah aman] maka akad hutang piutang dihukumi tidak sah (batal) karena terdapat manfaat yang kembali ke pihak yang menghutangi, maka jadilah itu seperti syarat adanya tambahan dalam akad hutang piutang.

وإن لم يكن في شرط الأجل غرض للمقرض فلا يفسد العقد، ولا يلزم الأجل على الصحيح، وإن كان يندب الوفاء به، لأنه وعد بالإحسان

dan jika dalam syarat penetapan batas waktu tempo ini pihak yang menghutangi tidak memiliki motif dan tujuan tertentu, maka akad hutang piutang dihukumi sah, namun tidak wajib terikat dengan syarat batas waktu tempo tersebut berdasarkan pendapat yang shahih (على الصحيح) dalam madzhab Imam Asy Syafi'i, meskipun disunnahkan untuk melunasinya pada batas waktu tempo yang telah ditetapkan tersebut karena hal tersebut merupakan janji untuk perbuatan yang baik.

Adapun kitab klasik madzhab Imam Asy Syafi'i juga menyampaikan hal ini. 

Di dalam kitab
فتح الإله المالك على عمدة السالك و عدة الناسك 
halaman 444 Maktabah Dar Al Fajr disampaikan :

ولا يجوز فيه أي القرض شرط الأجل

dalam akad hutang piutang tidak diperbolehkan ada syarat penetapan batas waktu tempo pelunasan.

فلو شرطه فهو لغو، و للمقرض مطالبته حتى قبل حلوله، و يسن الوفاء بالوقت المعين

seandainya disyaratkan ada batas waktu tempo dalam akad hutang piutang maka syarat tersebut tidak berlaku, dan pihak yang menghutangi boleh menagih harta miliknya meskipun sebelum jatuh tempo, dan disunnahkan melunasi hutang pada waktu tertentu.

Bahkan pendapat seperti ini juga merupakan pendapat dalam madzhab Imam Ahmad bin Hanbal!

Syaikh Akram Ibn Hamdin Fadhl dalam kuliah
قراءة كتاب [الإجماع] للإمام ابن المنذر رحمه الله تعالى
menyampaikan :

المصنف قال: [ديون] ولم يقل قروض

penulis kitab menyatakan hutang dain bukan hutang qardh.

لأن من العلماء من يرى أن القرض لا يتأجل، القرض حال

karena diantara ulama ada yang berpandangan bahwa akad hutang piutang qardh tidak boleh ada penundaan/penangguhan dan harus saat itu juga.

يعني أنا مثلا: اقترضت منك مبلغًا من المال، حتى لو اتفقنا على أجل، لو طالبتني به بعد يوم لك ذلك، وهو الصحيح أو المشهور من مذهب الإمام أحمد رحمه الله

Misalnya saya berhutang sejumlah uang darimu, sampai-sampai meskipun kedua belah pihak sepakat untuk menetapkan batas waktu (tempo) pelunasan hutang, apabila engkau menagih hutangku sehari setelah akad maka itu tidak mengapa dan tentu saja engkau boleh menagihnya, ini merupakan pendapat yang shahih atau masyhur dalam madzhab Imam Ahmad bin Hanbal رحمه الله تعالى 

Demikian pendapat madzhab Imam Asy Syafi'i dan madzhab Imam Ahmad bin Hanbal dalam bahasan ini yang ringkasnya syarat penetapan batas waktu tempo dalam akad hutang piutang tidak berlaku, akad hutang piutang tetap sah, dan pihak yang menghutangi dapat menagih hutang pihak yang berhutang kapanpun! serta tentu disertai rincian sebagaimana yang telah disampaikan sebelumnya.

Namun adakah pendapat ulama yang berbeda dan bisa diikuti? 

Karena tentu berat dan sulit apabila seseorang berhutang sejumlah harta kepada orang lain dan disyaratkan bahwa hutang akan lunas dalam tempo katakanlah 5 bulan, kemudian hutang tersebut ditagih sehari setelah akad! Ini mau menolong atau mengajak berkelahi!

Tentu saja ada pendapat fuqaha yang bisa diikuti!

Di dalam kitab
الفقه الميسر
juz 6 halaman 97 disampaikan :

اشتراط الأجل في القرض

syarat penetapan batas waktu tempo pelunasan dalam akad hutang piutang 

الأكثرية على أنه لا يصح الأجل في القرض ولا يلزم وذلك؛ لأن القرض دين حال والحال لا يتأجل فالشرط باطل وليس له مفعول لو اشترط

mayoritas fuqaha berpendapat tidak sah syarat penetapan batas waktu tempo pelunasan dalam akad hutang piutang dan tidak wajib terikat dengan batas waktu tempo tersebut karena akad hutang piutang qardh ini mesti dilunasi saat itu juga dan tidak boleh ada penundaan/penangguhan, syarat semacam ini batal, tidak ada pengaruhnya walaupun disyaratkan.

والصحيح أنه يجوز اشتراط الأجل في القرض

pendapat yang unggul adalah boleh mensyaratkan batas waktu tempo pelunasan dalam akad hutang piutang.

وهو قول مالك واختاره شيخ الإسلام ابن تيمية وابن القيم وهو قول الشيخ محمد العثيمين -رحمه الله- والشيخ صالح الفوزان

ini merupakan pendapat Imam Malik dan pendapat yang dipilih Syaikhul Islam Ibn Taimiyah serta Imam Ibnul Qayyim, ini juga merupakan pendapat Syaikh Muhammad Al Utsaimin dan Syaikh Shalih Al Fauzan.

Jadi bagi pihak yang tetap ingin mempersyaratkan penetapan batas waktu tempo pelunasan dalam akad hutang piutang bisa mengikuti pendapat Imam Malik, Syaikhul Islam Ibn Taimiyah, Imam Ibnul Qayyim, Syaikh Utsaimin, dan Syaikh Shalih Al Fauzan, dimana mereka menganggap sahnya syarat tersebut yang tentu saja kedua belah pihak yang berakad terikat dengan syarat tersebut.

Ada solusi lain dalam literatur kitab madzhab Imam Asy Syafi'i, sebagaimana yang disampaikan dalam kitab
حاشية الترمسي
juz 7 halaman 239  :

أما لو توافقا على ذلك ولم يقع شرط في صلب العقد فلا بطلان

Adapun jika kedua belah pihak yang berakad hutang piutang ini saling bersepakat akan adanya jangka waktu tempo pelunasan dan tidak disyaratkan di dalam akad, maka akad hutang piutang dihukumi sah.

Ketika dalam hutang piutang tidak ada persyaratan harus dilunasi dalam tempo waktu sekian namun yang ada hanya saling bersepakat (توافق) maka dalam literatur kitab madzhab Imam Asy Syafi'i akad hutang piutang tetap sah dan boleh-boleh saja.

Demikian pembahasan ringkas terkait hal ini. Semoga bermanfaat.

و الله تعالى أعلم بالصواب