Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Flek Kecoklatan Apakah Dianggap Haid?

 




Yurifa Iqbal

Pembahasan fiqih wanita yang wajib dipahami oleh kaum hawa adalah seputar fiqih haid, nifas, dan istihadhah serta segala hal yang berkaitan dengan ketiganya. 

Diantara bahasan yang barangkali sering ditanyakan kaum hawa adalah apakah flek kecoklatan atau seperti bercak darah setetes dua tetes yang keluar dari kemaluan kaum hawa terhitung haid? Karena bisa jadi flek kecoklatan atau bercak setetes dua tetes tersebut keluar sebelum masa haid atau setelah masa haid dimana banyak kaum hawa yang mengalaminya.

Perlu diketahui bahwa flek kecoklatan atau bercak setetes dua tetes ini dalam bahasa fiqih dinamakan dengan shufrah (cairan kekuningan) dan kudrah (cairan kecoklatan).

والصفرة والكدرة ليستا دمين، بل هما ماءين، فيختلفان عن الحيض الذي هو دم

Adapun shufrah dan kudrah bukanlah darah, akan tetapi merupakan cairan, maka shufrah dan kudrah berbeda dari haid yang berupa darah.

Para Fuqaha berbeda pendapat dalam masalah ini. Secara singkat dalam kitab كتاب تيسير أحكام الحيض (https://shamela.ws/book/37670/24#p1) disampaikan :

القول الأول: الذين قالوا: ليس بحيض مطلقا، وهم: ابن حزم الظاهري، وهو قول للشافعية؛ فالحيض عندهم هو الدم فقط

Pendapat pertama menyatakan cairan shufrah dan kudrah bukan haid secara mutlak, ini adalah pendapat Imam Ibn Hazm Azh Zhahiri dan satu qaul (pendapat) Asy Syafiiyah, bagi kalangan ini haid hanyalah berupa darah saja.

القول الثاني: قول المالكية والشافعية، وهو أن الصفرة والكدرة حيض مطلقا

Pendapat kedua yakni pendapat Al Malikiyah dan Asy Syafiiyah menerangkan bahwa shufrah dan kudrah adalah haid secara mutlak.

فيكون هناك طرفان: طرف على أنه ليس حيضا، وطرف على أنه حيض مطلقا

Maka sampai disini ada dua sisi pandangan ulama, yakni pandangan yang menyatakan bukan haid, serta pandangan yang menyatakan haid secara mutlak.

القول الثالث: التفصيل، وهذا القول لبعض الشافعية، وهو الراجح والصحيح الذي رجحه شيخ الإسلام على ما أذكر إن لم أكن واهما

Pendapat ketiga adalah pendapat yang merincinya, dimana ini adalah pendapat sebagian ulama Asy Syafiiyah dan pendapat inilah yang unggul dan tepat serta dinilai kuat oleh Syaikhul Islam Ibn Taimiyah, yang akan penulis kitab sebutkan jika penulis kitab tidak keliru (bahasa ketawadhuan penulis kitab).

حيث قال: الصفرة والكدرة لها حالات

Cairan shufrah dan kudrah ini ada beberapa kondisi :

الحالة الأولى: ذهب جمهور العلماء إلى أن الصفرة والكدرة في أيام الحيض حيض؛ لأن كل مجاور يأخذ حكم مجاوره، خاصة وأن هذه الإفرازات نزلت بسبب نزول الدم فتأخذ حكمه، ولازم الشيء كالشيء، فنزول الصفرة والكدرة بعد نزول الدم ملازم للدم فيأخذ حكمه، فإذا نزل الدم وانقطع، وأرخى الرحم الإفرازات في زمن الحيض، فالصفرة والكدرة تكون حيضا

Kondisi kesatu : jumhur ulama berpendapat bahwa cairan shufrah dan kudrah yang keluar di masa haid teranggap haid, karena semua yang berdekatan dihukumi sama dengan yang berdekatan dengannya, lebih-lebih cairan ini keluar disebabkan keluarnya darah haid, sehingga cairan tersebut dihukumi haid, maka keluarnya cairan shufrah dan kudrah setelah darah haid menandakan cairan terkait erat dengan darah, sehingga cairan shufrah dan kudrah ini dihukumi sebagai darah, apabila darah keluar kemudian berhenti lalu rahim wanita mengeluarkan cairan shufrah dan kudrah di masa haid, maka cairan shufrah dan kudrah dihukumi haid.

الحالة الثانية: الصفرة والكدرة بعد الطهر ليستا من الحيض، فبعد أن ترى المرأة القصة البيضاء، أو الجفاف الذي يدل على أنها قد طهرت، ونزل عليها إفرازات من صفرة وكدرة فلا تكون حيضاً، وإنما تغسل المحل وتتوضأ وتصلي

Kondisi kedua : cairan shufrah dan kudrah yang keluar setelah masa suci (masa dimana darah tidak lagi keluar) bukan termasuk haid, yakni setelah wanita melihat cairan putih keluar dari rahim ketika berhentinya darah haid atau sudah keringnya kemaluan yang menandakan wanita sudah suci dari darah haid, dalam kondisi ini keluarnya cairan shufrah dan kudrah bukanlah haid, yang mesti dilakukan wanita hanyalah mencuci kemaluannya, berwudhu, dan menegakkan shalat fardhu.

الحالة الثالثة: هي أن تنزل الصفرة والكدرة قبل أن ينزل الدم في يوم العادة، فلا تكون حيضاً، إنما تغسل المحل وتتوضأ وتصلي وتصوم؛ لأنها من الطهر

Kondisi ketiga : cairan shufrah dan kudrah ini keluar sebelum keluarnya darah haid di hari kebiasaan haid wanita, pada kondisi ini juga tidak dihukumi haid, yang dilakukan wanita di kondisi ini hanyalah mencuci kemaluannya, berwudhu dan menegakkan shalat fardhu serta berpuasa fardhu Ramadhan karena sesungguhnya wanita ini dalam keadaan suci. 

Cairan shufrah dan kudrah yang keluar pada kondisi kedua serta ketiga diatas bukanlah haid juga disampaikan di dalam kitab
الاستذكار
karya Imam Ibn Abdil Barr juz 1 halaman 325 :

قال أبو عمر القياس أن الصفرة والكدرة قبل الحيض وبعده سواء كما أن الحيض في كل زمان سواء

Abu Umar menyatakan : menurut metode qiyas sesungguhnya cairan shufrah dan kudrah yang keluar sebelum haid dan setelah haid hukumnya sama, sebagaimana haid dalam semua waktu hukumnya sama.

Demikian pembahasan ringkas terkait hal ini. Semoga bermanfaat.

الله أعلم بالصواب