Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kebolehan Melunasi Hutang Dengan Tambahan


Yurifa Iqbal

Dalam aktivitas hutang piutang apakah dibenarkan pihak yang berhutang melunasi hutangnya disertai tambahan kepada orang yang menghutangi? Bukankah tambahan pada hutang piutang adalah RIBA?

Mari kita meninjau pembahasan ini secara singkat dalam madzhab Imam Ahmad bin Hanbal.

Diantara literatur fiqih madzhab Imam Ahmad bin Hanbal (Al Hanabilah) yang bisa dijadikan referensi bahasan ini diantaranya adalah kitab المغني لابن قدامة, dalam kitab المغني ini juz 4 halaman 240 disampaikan :

فصل في قرض شرط فيه أن يزيده

Pasal hutang piutang yang di dalamnya dipersyaratkan adanya tambahan

(٣٢٦٣) 
فصل: وكل قرض شرط فيه أن يزيده، فهو حرام، بغير خلاف

Pasal 3263 : setiap hutang piutang yang di dalamnya dipersyaratkan adanya tambahan hukumnya haram tanpa ada perselisihan diantara ulama.

قال ابن المنذر: أجمعوا على أن المسلف إذا شرط على المستسلف زيادة أو هدية، فأسلف على ذلك، أن أخذ الزيادة على ذلك ربا. وقد روي عن أبي بن كعب، وابن عباس، وابن مسعود، أنهم نهوا عن قرض جر منفعة. ولأنه عقد إرفاق وقربة، فإذا شرط فيه الزيادة أخرجه عن موضوعه

Imam Ibnul Mundzir menyampaikan : para fuqaha sepakat bahwa ketika pihak yang memberikan hutang/menghutangi mempersyaratkan adanya tambahan atau hadiah atas pihak yang berhutang, kemudian terjadi hutang piutang dengan syarat tambahan tersebut, maka mengambil tambahan atas hutang piutang tersebut dihukumi riba. Telah diriwayatkan dari Ubay bin Kaab, Ibn Abbas, & Ibn Mas'ud, sesungguhnya mereka melarang hutang piutang yang menarik manfaat. Karena sesungguhnya akad hutang piutang adalah dalam rangka tolong-menolong & taqarrub mendekat kepada Allah, sementara jika dalam hutang piutang dipersyaratkan adanya tambahan maka akan meniadakan tujuan tolong-menolong & taqarrub.

ولا فرق بين الزيادة في القدر أو في الصفة، مثل أن يقرضه مكسرة، ليعطيه صحاحا، أو نقدا، ليعطيه خيرا منه

Maka tidak ada bedanya tambahan tersebut ada pada jumlah/kuantitas atau pada sifat, semisal seseorang menghutangi emas jelek/rusak yang harus dikembalikan pihak yang berhutang dalam bentuk emas yang bagus, atau menghutangi uang yang harus dikembalikan dengan jumlah yang lebih.

Dari keterangan di atas jelas bahwa pihak yang menghutangi tidak boleh mempersyaratkan adanya tambahan serta mengambil tambahan atas hutang piutang itu baik itu dari segi jumlah maupun sifat atas pihak yang berhutang, karena hal tersebut adalah RIBA dan hukumnya haram.

Namun ada satu keadaan bolehnya tambahan dalam pelunasan hutang piutang. Masih dalam kitab المغني juz 4 halaman 241 - 242 disampaikan :

فصل أقرضه مطلقا من غير شرط فقضاه خيرا منه في القدر أو الصفة أو دونه برضاهما

Pasal seseorang yang menghutangi orang lain secara mutlak tanpa ada persyaratan apapun kemudian hutang dilunasi dengan sesuatu yang lebih baik entah itu dalam bentuk tambahan pada jumlah, sifat, atau yang lain dengan keridhaan mereka.

(٣٢٦٤) 
فصل: فإن أقرضه مطلقا من غير شرط، فقضاه خيرا منه في القدر، أو الصفة، أو دونه، برضاهما، جاز

Pasal 3264 : jika seseorang yang menghutangi orang lain secara mutlak tanpa ada persyaratan apapun kemudian hutang dilunasi dengan sesuatu yang lebih baik entah itu dalam bentuk tambahan pada jumlah, sifat, atau yang lain dengan keridhaan mereka maka hukumnya diperbolehkan.

Kesimpulannya adalah dalam madzhab Al Hanabilah ketika pihak yang berhutang melunasi hutangnya dengan sesuatu yang lebih baik entah itu jumlahnya atau sifatnya tanpa dipersyaratkan di awal dan tanpa kesepakatan maka secara syar'i hukumnya boleh.

Demikian pembahasan ringkas terkait hal ini. Semoga bermanfaat.

و الله تعالى أعلم بالصواب