Hukum Menjual Barang Milik Orang Lain Tanpa Sepengetahuan Dan Tanpa Izin
Yurifa Iqbal
Diantara pembahasan yang tidak luput dijelaskan oleh para Fuqaha dalam kitab-kitab mereka adalah Fiqih Muamalah Maliyah. Fiqih Muamalah Maliyah membahas berbagai macam akad diantaranya jual beli, sewa-menyewa, gadai, wakalah, dan lain-lain dengan seluruh rinciannya.
Berkaitan dengan aktivitas jual beli, terdapat pembahasan menarik yang disampaikan oleh para Fuqaha. Yaitu ketika seseorang menjual barang milik orang lain tanpa sepengetahuan & tanpa izin pemilik barang tersebut.
Sahkah jual beli model seperti ini? Atau tidak sah?
Sebelumnya perlu disampaikan bahwa :
يشترط في صحة البيع أن يكون المبيع مملوكا للبائع، أو مأذونا له في بيعه
Disyaratkan agar akad jual beli dihukumi sah : barang yang dijual adalah milik penjual, atau telah diberi hak (diberi izin) untuk menjual barang tersebut.
Aktivitas seseorang menjual barang milik orang lain tanpa sepengetahuan & tanpa izin pemilik barang tersebut dalam Fiqih Muamalah Maliyah dinamakan Bai' Fudhuli. Apa itu Bai' Fudhuli?
Dalam kitab الموسوعة الفقهية الكويتية juz 9 halaman 115 disampaikan :
و الفضولي لغة: من يشتغل بما لا يعنيه
Al Fudhuli secara bahasa adalah siapa saja yang menyibukkan diri dengan hal-hal yang tidak berarti untuknya.
وأما في الاصطلاح فهو: من لم يكن وليا ولا أصيلا ولا وكيلا في العقد
Adapun secara istilah fudhuli adalah orang yang melakukan akad namun dia bukan sebagai wali, bukan sebagai orang yang bertindak atas nama orang lain, dan bukan juga sebagai wakil.
و لفظ الفضولي عند الفقهاء يتناول كل من يتصرف بلا ملك ولا ولاية ولا وكالة
Dan lafal fudhuli menurut para Fuqaha mencakup semua orang yang melakukan tindakan ekonomi (seperti jual beli) namun bukan sebagai pemilik, bukan sebagai wali, dan bukan pula wakil.
كالغاصب إذا تصرف في المغصوب بالبيع أو غيره، والوكيل إذا باع أو اشترى أو تصرف مخالفا لما أمره به موكله، فهو أيضا يعتبر بهذه المخالفة فضوليا، لأنه تجاوز الحدود التي قيده بها موكله
Contohnya adalah ketika orang yang merampas barang milik orang lain menjual barang tersebut atau tindakan lainnya, demikian pula seorang wakil ketika dia menjual atau membeli atau melakukan akad yang menyelisihi instruksi orang yang diwakilinya, disaat wakil ini menyelisihi instruksi tersebut maka dia teranggap fudhuli, karena telah melampaui batasan yang ditetapkan oleh orang yang diwakilinya.
Misalnya saja Budi adalah wakil dari Zaid, Budi diberi instruksi oleh Zaid untuk menjual sepeda motor Zaid merek Kharisma, namun Budi malah menjual sepeda motor Zaid merek Honda.
Kemudian di dalam kitab الموسوعة الفقهية الكويتية juz 32 halaman 172 disampaikan hukum menjual barang milik orang lain tanpa izin (fudhuli) ini :
اختلف الفقهاء في حكم بيع الفضولي - في الجملة - على قولين
Para Fuqaha berbeda pendapat terkait hukum menjual barang milik orang lain/fudhuli ini, secara umum ada 2 pendapat :
أحدهما للحنفية والمالكية وأحمد في رواية عنه: هو أن بيع الفضولي ينعقد موقوفا على إجازة المالك، فإن أجازه نفذ وإن رده بطل
1. Al Hanafiyah, Al Malikiyah, dan satu riwayat Imam Ahmad : sahnya menjual barang milik orang lain (fudhuli) ini tergantung izin dari pemilik barang, kalau pemilik barang mengizinkannya maka jual beli sah, sedangkan jika pemilik barang menolaknya maka jual beli batal alias tidak sah.
والثاني للحنابلة والشافعية في المعتمد، وهو أن بيع الفضولي باطل، فلا ينقلب صحيحا ولو أجازه المالك بعد
2. Al Hanabilah dan Mu'tamad Asy Syafi'iyyah (yang menjadi pegangan, diakui) berpandangan bahwa menjual barang milik orang lain (fudhuli) batil, batal alias tidak sah, akad nya tidak bisa menjadi sah meskipun pemilik barang telah mengizinkannya.
Demikianlah informasi ringkas terkait pembahasan ini. Semoga bermanfaat.
و الله تعالى أعلم بالصواب