Hukum Berqurban Dengan Hewan Qurban Yang Hamil
Yurifa Iqbal
Alhamdulillaah sebentar lagi kaum muslimin akan memasuki bulan Dzulhijjah dimana di bulan ini terdapat hari raya Idul Adha yang tentu saja diperingati dan dirayakan oleh umat Islam.
Kaum muslimin yang ingin berqurban tentu akan mencari hewan-hewan qurban yang bisa dijadikan hewan qurban, yang mana syarat-syaratnya juga telah dijelaskan oleh para fuqaha.
Lalu bagaimana jika hewan qurban semisal kambing dan/atau sapi yang akan dijadikan hewan qurban itu hamil alias bunting? Sahkah dijadikan hewan qurban?
Terdapat perbedaan pendapat diantara para fuqaha.
Di dalam kitab بشرى الكريم بشرح مسائل التعليم halaman 698 cetakan Darul Minhaj yang merupakan kitab fiqih menurut madzhab Imam Asy Syafi'i dijelaskan :
ولا يجوز التضحية بحامل على المعتمد؛ لأن الحمل ينقص لحمها، وزيادة اللحم بالجنين لا يجبر عيبًا كعرجاء سمينة، وتجزئ قريبة عهد بالولادة كما في
«التحفة»
Tidak diperbolehkan berqurban dengan hewan yang bunting menurut pendapat yang Mu'tamad (yang dijadikan sandaran hukum) dalam madzhab Imam Asy Syafi'i. Karena bunting pada hewan qurban itu mengurangi dagingnya, sedangkan tambahan daging akibat adanya janin dalam tubuh hewan ternak itu tidaklah menambal aibnya sebagaimana aib hewan yang pincang namun gemuk (tetap tidak sah), adapun dalam kitab Tuhfatul Muhtaj disampaikan bahwa sah berqurban dengan hewan qurban bunting yang mendekati waktu kelahirannya.
Begitulah pendapat Mu'tamad dalam madzhab Imam Asy Syafi'i dimana tidak boleh serta tidak sah/tidak mencukupi (عدم الإجزاء) jika berqurban dengan hewan qurban yang bunting.
Bagaimana dengan pendapat Fuqaha madzhab yang lain?
Di dalam kitab الموسوعة الفقهية الكويتية juz 16 halaman 281 disampaikan :
لم يذكر جمهور الفقهاء الحمل عيبا في الأضحية، خلافا للشافعية، حيث صرحوا بعدم إجزاء الحامل في الأضحية؛ لأن الحمل يفسد الجوف ويصير اللحم رديئا
Jumhur fuqaha (Al Hanafiyah, Al Malikiyah, Al Hanabilah) tidak menganggap hamil atau bunting pada hewan qurban sebagai aib, berbeda dengan pendapat fuqaha Asy Syafi'iyyah dimana Asy Syafi'iyyah menyatakan hewan qurban yang bunting tidak sah/tidak mencukupi untuk berqurban karena bunting atau hamil itu merusak rongga tubuhnya & menjadikan daging hewan menjadi jelek.
Kemudian dalam فتاوى الشبكة الإسلامية للجنة الفتوى بالشبكة الإسلامية juga terdapat tambahan penjelasan :
اختيار شيخ الإسلام ابن تيمية فقد قال رحمه الله : والأضحية بالحامل جائزة
Adapun pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibn Taimiyah adalah berqurban dengan hewan qurban yang bunting atau hamil boleh hukumnya
فإن خرج ولدها ميتا فذكاته ذكاة أمه عند الشافعي وأحمد وغيرهما، سواء أشعر أو لم يشعر
Jika janin yang keluar dari induknya itu dalam keadaan mati maka penyembelihan janin sudah mencukupi dan teranggap dengan penyembelihan induknya sebagaimana pendapat Imam Asy Syafi'i, Imam Ahmad, dan selain keduanya, baik sebelumnya sempat sadar maupun tidak
وإن خرج حيا ذبح، ومذهب مالك أنه إن شعر حل وإلا فلا، وعند أبي حنيفة لا يحل حتى يذكى بعد خروجه
Jika janin yang keluar dari induknya itu dalam keadaan hidup maka harus disembelih, dan pendapat Imam Malik jika janin sempat sadar maka halal hukumnya jika tidak sadar maka tidak halal, dan menurut Imam Abu Hanifah tidak halal sampai janin disembelih setelah keluar dari induknya.
Itulah pendapat para ahli ilmu terkait pembahasan ini. Meskipun untuk kehati-hatian, sebaiknya tidak berqurban dengan hewan qurban yang hamil atau bunting.
فالأولى ترك تعيين الحامل خروجا من الخلاف
Yang lebih afdhol adalah tidak berqurban dengan hewan qurban yang bunting atau hamil dalam rangka keluar dari perselisihan para ahli ilmu.
والله تعالى أعلم بالصواب