Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hewan Ternak Terserang Virus PMK, Sahkah Dijadikan Hewan Qurban?

 




                                         

Yurifa Iqbal

Dilansir dari website kompas.com, wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) merupakan penyakit yang menyerang hewan ternak. Wabah ini kadang disebut juga dengan wabah sapi karena banyak menyerang sapi.

PMK adalah penyakit yang sangat menyiksa bagi sapi dan hewan ternak lainnya. Blister atau kantung besar berisi air yang berkembang di kulit, jika pecah akan meninggalkan luka terbuka yang sangat perih. Bahkan luka ini membutuhkan waktu hingga 10 hari untuk sembuh. Jika luka ini terjadi di bagian kaki, maka akan membuat sapi sulit berjalan menuju tempat makan. Selain itu, luka pada mulut akan membuat sapi tidak mau makan dan minum.

Lalu apakah sah jika hewan qurban yang terserang virus PMK ini? Bagaimana pandangan Fuqaha Asy Syafiiyah dalam pembahasan semacam ini?

Dalam kitab كفاية الأخيار في حل غاية الاختصار cetakan Darul Faiha halaman 741 disampaikan :

يشترط في الاضحية : سلامتها من عيب ينقص اللحم

Hewan ternak yang bisa dijadikan hewan qurban disyaratkan tidak boleh ada cacat dan aib yang dapat mengurangi dagingnya.

Syaikh Profesor Doktor Muhammad Az Zuhaili pakar Fiqih Madzhab Imam Asy Syafi'i di dalam kitab المعتمد في الفقه الشافعي juz 2 halaman 481 penerbit Darul Qalam menjelaskan diantara syarat hewan qurban yang bisa dijadikan qurban adalah :

السلامة من العيوب

Tidak terdapat cacat-cacat dan aib pada hewan qurban

يشترط في الأضحية أن تكون سليمة من العيوب التي تنقص اللحم في الحال أو المآل، لأن المقصود من الأضحية اللحم

Hewan ternak yang bisa dijadikan sebagai hewan qurban disyaratkan harus sehat juga terbebas dari berbagai cacat & aib yang dapat mengurangi daging baik di waktu sekarang ataupun di waktu yang akan datang, karena sesungguhnya tujuan dari penyembelihan hewan qurban adalah untuk mengkonsumsi dagingnya.

Kemudian masih dalam kitab yang sama juz 2 halaman 482 dijelaskan :

و لا تجزئ ذات مرض بين و لا ذات جرب بين قليلا كان أم كثيرا

Dan tidak sah/tidak mencukupi berqurban dengan hewan ternak yang jelas-jelas sakit, tidak sah pula berqurban dengan hewan ternak yang jelas-jelas terkena penyakit kudis (aib/cacat) baik kudisnya tersebut sedikit apalagi banyak.

Kemudian Syaikh Mushtafa Abdin Nabiy Abu Hamzah Asy Syafi'i seorang pakar Fiqih Madzhab Imam Asy Syafi'i lainnya juga menjelaskan sebagimana penjelasan Syaikh Profesor Doktor Muhammad Az Zuhaili sebelumnya, di dalam kitab مؤنس الجليس بشرح الياقوت النفيس في مذهب ابن إدريس juz 2 halaman 440 - 441 cetakan Darudh Dhiya, Syaikh Mushtafa Abdin Nabiy menjelaskan :

(و) 

الشرط الثالث : (فقد العيب الذي ينقص) اللحم أو الدهن أو الجلد (المأكول)

Dan syarat ketiga agar berqurban menjadi sah adalah tidak terdapat aib/cacat yang dapat mengurangi daging, lemak, kulit yang dimakan.

فلا تجزئ العوراء البين عورها

Maka tidak sah/tidak mencukupi berqurban dengan hewan ternak yang jelas-jelas buta sebelah matanya

و لا المريضة البين مرضها

Dan tidak sah/tidak mencukupi berqurban dengan hewan ternak yang sakit dimana sakitnya tampak begitu jelas.

و لا تجزئ الجرباء و إن قل جربها لأنه يفسد اللحم و الودك

Dan tidak sah/tidak mencukupi berqurban dengan hewan ternak yang berkudis meskipun kudisnya sedikit! Karena kudisnya tersebut merusak daging dan lemak.

Setidaknya dari tiga kitab diatas kita dapat memahami bahwa dalam madzhab Imam Asy Syafi'i, jika hewan qurban sakit, terserang penyakit, dimana sakit dan penyakitnya begitu jelas, tampak kelihatan, nyata, maka tidak sah untuk dijadikan hewan qurban. Begitu pula jika terdapat kudis atau semacam luka pada hewan ternak yang dapat merusak kualitas daging serta lemaknya, maka juga tidak sah dijadikan hewan qurban.

Apakah ada perselisihan dalam internal madzhab Imam Asy Syafi'i? Ya ada.

Dalam kitab كفاية الأخيار Darul Faiha halaman 742 disampaikan :

فالمريضة إن كان مرضها يسيرا لم يمنع الإجزاء, وإن كان بينا يظهر بسببه الهزال وفساد اللحم منع الإجزاء, هذا هو المذهب

Maka hewan ternak yang sakit jika sakitnya ringan maka tetap sah dijadikan hewan qurban (sakit yang ringan itu tidak menghalangi sahnya dijadikan hewan qurban), adapun jika sakit yang diderita oleh hewan ternak tersebut tampak begitu jelas (baca sakitnya berat) disebabkan karena kurusnya atau jeleknya kualitas dagingnya, maka tidak sah dijadikan hewan qurban, inilah pendapat yang kuat dalam madzhab.

وفي قول : أن المرض لا يمنع مطلقا, والمرض محمول في الحديث على الجرب, و في وجه : أن المرض يمنع مطلقا وإن كان يسيرا

Adapun pendapat yang lemah dalam madzhab menyatakan bahwa hewan qurban yang sakit tetap sah dijadikan hewan qurban secara muthlak, dan hadits Rasulullah Muhammad ﷺ yang menjelaskan hewan qurban yang menderita penyakit dimaknai dengan sakit kudis, pendapat yang lemah juga dalam madzhab menyatakan bahwa sakit secara muthlak menyebabkan tidak sahnya qurban meskipun sakitnya ringan.


Kemudian dalam kitab شرح الياقوت النفيس في مذهب ابن إدريس halaman 827 cetakan Darul Minhaj disampaikan :

و من شروط الأضحية : أن تكون خالية من العيوب التي تنقص اللحم، مثل الجرب و لو قليلا

Dan diantara syarat hewan ternak bisa dijadikan sebagai hewan qurban adalah hewan ternak terbebas dari berbagai cacat dan aib yang dapat mengurangi daging seperti kudis meskipun kudisnya sedikit.

و لكن في المنهاج قال : (وجرب بين, ولا يضر يسيرها), ثم قال : (قلت: الصحيح المنصوص : يضر يسير الجرب والله أعلم)

Akan tetapi di dalam kitab Minhaj Ath Thalibin Imam An Nawawi menyampaikan bahwa tidak sah hewan ternak yang jelas-jelas berkudis, adapun jika kudis sedikit maka tidak masalah dijadikan hewan qurban, kemudian Imam An Nawawi menyampaikan : kukatakan bahwa pendapat yang shahih dan kuat dalam madzhab adalah kudis yang sedikit pada hewan ternak tetap tidak sah dijadikan hewan qurban. Allaahu A'lam.


Terakhir, di dalam kitab بشرى الكريم بشرح مسائل التعليم halaman 640 cetakan Darul Kutub Al Islamiyah dinyatakan :

(و) 

شرطها أيضا : حيث لم يلزمها ناقصة : فقد عيب ينقص لحما حالا، كقطع فلقة كبيرة مطلقا, أو صغيرة من نحو أذن، كما يأتي أو مآلا كـ (أن لا تكون جرباء وإن قل) الجرب أو رجي زواله؛ لأنه يفسد اللحم والودك وينقص القيمة

Dan diantara syarat hewan ternak bisa dijadikan sebagai hewan qurban jika tidak berqurban wajib yang terdapat kekurangan pada hewan ternak adalah tidak adanya aib yang dapat mengurangi daging di waktu sekarang seperti terpotongnya bagian tubuh yang besar secara muthlak, atau hanya sedikit bagian tubuh yang terpotong seperti bagian telinga sebagaimana yang akan dijelaskan, atau tidak adanya aib yang dapat mengurangi daging di waktu yang akan datang, jadi hewan ternak tidak diperbolehkan terkena penyakit kudis meskipun kudisnya sedikit atau ada harapan sembuh di kemudian hari, karena hal tersebut mengurangi kualitas daging, lemak, serta mengurangi nilai harga.

و حذف في «التحفة» نقص القيمة؛ إذ العيب هنا ما ينقص اللحم لا القيمة، وألحق به الشلل والقروح والبثور

Dan di dalam kitab Tuhfatul Muhtaj redaksi mengurangi nilai harga ini terhapus, karena aib yang ada dalam bahasan qurban ini adalah aib yang dapat mengurangi daging bukan nilai harganya. Termasuk juga aib yang menjadikan hewan qurban tidak sah adalah penyakit lumpuh, luka, dan bisul.

Itulah keterangan para Fuqaha madzhab Asy Syafiiyah terkait pembahasan ini, intinya adalah hewan ternak yang terkena penyakit PMK tidak sah dijadikan hewan qurban dalam madzhab Imam Asy Syafi'i karena pada hewan ternak itu terdapat aib dan cacat yang dapat mengurangi kualitas daging, juga terdapat sakit yang nyata dan jelas, terdapat kudis dan luka, adanya kelumpuhan, serta berkurangnya nilai harga hewan ternak yang terserang PMK.

Agar hewan ternak tetap sah dijadikan hewan qurban maka haruslah mencari hewan ternak yang tidak terdapat aib dan cacat sebagaimana yang telah dijelaskan oleh para fuqaha Asy Syafiiyah

Demikian pembahasan ringkas terkait hal ini.

و الله تعالى أعلم بالصواب