Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hukum Thawaf Dengan Berkendaraan


Yurifa Iqbal

Pernahkah anda melihat video atau gambar seorang yang thawaf dengan menggunakan kendaraan semacam alat yg beroda dan tentu saja bisa dikendarai? Dimana orang yang menggunakannya tinggal berdiri diatasnya dan mengendalikan. Atau mungkin semacam sepeda listrik dan sarana angkut lainnya untuk membawa orang yang sedang thawaf maupun sai. Bagaimana status hukum perbuatan ini? Bolehkah?

Hal ini sudah dibahas oleh para Fuqaha kaum muslimin. Tidak dapat dipungkiri bahwa ada yang disepakati kebolehannya dan ada pula yang diperselisihkan di kalangan Fuqaha kita terkait thawaf naik kendaraan atau jalan kaki ini. 

Dalam link soal jawab https://islamqa.info/ar/answers/245736/%D9%85%D8%A7-%D8%AD%D9%83%D9%85-%D8%A7%D9%84%D8%B7%D9%88%D8%A7%D9%81-%D9%88%D8%A7%D9%84%D8%B3%D8%B9%D9%8A-%D8%A8%D8%B9%D8%B1%D8%A8%D8%A7%D8%AA-%D8%A7%D9%84%D8%AD%D8%B1%D9%85-%D8%A7%D9%84%D9%83%D9%87%D8%B1%D8%A8%D8%A7%D9%89%D9%8A%D8%A9 ini dijelaskan secara panjang lebar.

Yang ringkasnya adalah :

اتفق عامة أهل العلم على أن الطواف والسعي ماشيا أولى وأفضل منه راكبا

Para ahli ilmu dari kalangan fuqaha telah sepakat bahwa sesungguhnya thawaf dan sai yang dilakukan dengan berjalan kaki itu lebih utama dan lebih afdhol daripada menaiki kendaraan.


قال ابن قدامة : " وَلَا خِلَافَ فِي أَنَّ الطَّوَافَ رَاجِلًا- أي ماشيا- أَفْضَلُ ؛ لِأَنَّ أَصْحَابَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَافُوا مَشْيًا ، وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي غَيْرِ حَجَّةِ الْوَدَاعِ طَافَ مَشْيًا". انتهى من "المغني" (5/250)

Imam Ibnu Qudamah menyampaikan : tidak ada perselisihan di kalangan fuqaha bahwa sesungguhnya thawaf yang dilakukan dengan berjalan kaki itu lebih afdhol. Karena sahabat Rasulullah Muhammad صلى الله عليه وسلم melakukan thawaf dengan berjalan kaki, dan Rasulullah صلى الله عليه وسلم pada haji selain haji wada thawaf dengan berjalan kaki. (Al Mughni juz 5 halaman 250).


واتفقوا على أن المعذور يجوز له الطواف والسعي راكباً ، سواء كان العذر مرضا أو عجزا أو مشقة أو كِبَراً في السن ، ونحو ذلك

Para Fuqaha juga telah sepakat bahwa orang-orang yang terkendala (karena ada udzur) maka boleh hukumnya melakukan thawaf dan sai dengan menaiki kendaraan entah itu udzur karena sakit, atau tidak mampu, atau mendapatkan kesulitan, atau sudah lanjut usia, dan yang semisal itu.


لحديث أم سلمة رضي الله عنها قالت : " شَكَوْتُ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنِّي أَشْتَكِي فَقَالَ: (طُوفِي مِنْ وَرَاءِ النَّاسِ وَأَنْتِ رَاكِبَةٌ) متفق عليه

Dalilnya adalah hadits Ummu Salamah semoga Allah meridhoi nya yang disepakati Imam Bukhari dan Imam Muslim, ketika Ummu Salamah berkata : saya mengadu kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم bahwa sesungguhnya saya memiliki keluhan (sakit), maka Rasulullah صلى الله عليه وسلم mengatakan : lakukanlah thawaf di belakang orang-orang sedangkan engkau menaiki kendaraan.


قال الحافظ : " وفيه جواز الطواف للراكب إذا كان لعذر ، وإنما أمرها أن تطوف من وراء الناس ليكون أستر لها ، ولا تقطع صفوفهم أيضا ، ولا يتأذون بدابتها" انتهى من "فتح الباري" (3/481)

Imam Al Hafizh Ibnu Hajar menyatakan : dalam hadits ini terdapat kebolehan thawaf dengan menaiki kendaraan jika ada udzur, dan hanyalah Rasulullah صلى الله عليه وسلم memerintahkan Ummu Salamah melakukan thawaf di belakang orang-orang agar mereka dapat lebih menutupi Ummu Salamah dan shaf-shaf juga tidak terputus serta mereka tidak terganggu dengan hewan tunggangan Ummu Salamah. (Fathul Bari juz 3 halaman 481).


وقال ابن تيمية : " يَجُوزُ الطَّوَافُ رَاكِبًا وَمَحْمُولًا لِلْعُذْرِ بِالنَّصِّ ، وَاتِّفَاقِ الْعُلَمَاءِ". انتهى من "مجموع الفتاوى" (26/188)

Syaikhul Islam Ibn Taimiyah menyatakan : boleh hukumnya melakukan thawaf dengan menaiki kendaraan atau diangkut diatas kendaraan bagi orang yang memiliki udzur berdasarkan Nash dan kesepakatan para ulama. (Majmuul Fatawa juz 26 halaman 188).


Kemudian Syaikhul Islam Ibn Taimiyah juga menyampaikan di juz yang sama halaman 125

وَإِنْ لَمْ يُمْكِنْهُ الطَّوَافُ مَاشِيًا فَطَافَ رَاكِبًا أَوْ مَحْمُولًا : أَجْزَأَهُ بِالِاتِّفَاقِ

Dan jika tidak memungkinkan untuk melakukan thawaf berjalan kaki maka dia bisa melakukan thawaf dengan menaiki kendaraan atau diangkut diatas kendaraan maka hal itu sah mencukupi menurut kesepakatan para fuqaha.


Nah itu tadi adalah kutipan dan nukilan keterangan dari para ulama terkait hukum bolehnya orang-orang yang terkendala karena berbagai udzur untuk melakukan thawaf dengan menaiki kendaraan dan diangkut diatas kendaraan. Bahkan para ulama telah sepakat akan kebolehannya.

Adapun thawaf dan sai yang dilakukan dengan menaiki kendaraan tanpa ada udzur, ya, tanpa ada udzur, maka ini diperselisihkan oleh para Fuqaha.

فذهب الشافعية والظاهرية إلى أن طواف الراكب وسعيه صحيح مطلقاً ؛ لأن المطلوب هو الطواف بالبيت والسعي بين الصفا والمروة ، وكيفما فعله ماشيا أو راكبا فقد حقق الواجب

Fuqaha Asy Syafi'iyyah dan Azh Zhahiriyah berpendapat bahwa thawaf dan sai yang dilakukan dengan menaiki kendaraan sah secara muthlaq, karena yang dituntut adalah thawaf mengelilingi Ka'bah dan sai diantara Shofa dan Marwa, bagaimanapun itu dikerjakan entah itu dengan berjalan kaki atau menaiki kendaraan maka sungguh dia telah menunaikan kewajiban. 


ولما رواه البخاري (1530) ، ومسلم (1272) عن ابن عباس رضي الله عنهما قال : "طاف النبي صلى الله عليه وسلم في حجة الوداع على بعير". والنبي صلى الله عليه وسلم إنما فعل ذلك لمصلحة وهي أن يراه الناس ويسألوه

Dalilnya adalah Hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Ibn Abbas semoga Allah meridhoinya berkata : Rasulullah صلى الله عليه وسلم melakukan thawaf haji wada diatas unta. Dan Rasulullah صلى الله عليه وسلم melakukan hal yang demikian untuk suatu kemashlahatan yaitu agar orang-orang melihatnya dan kemudian mereka bertanya kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم.


ففي صحيح مسلم (1273) عَنْ جَابِرٍ، قَالَ: " طَافَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْبَيْتِ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ عَلَى رَاحِلَتِهِ يَسْتَلِمُ الْحَجَرَ بِمِحْجَنِهِ؛ لِأَنْ يَرَاهُ النَّاسُ ، وَلِيُشْرِفَ ، وَلِيَسْأَلُوهُ ، فَإِنَّ النَّاسَ غَشُوهُ ". أي ازدحموا عليه

Dan dalil Hadits di Shahih Muslim dari Jabir berkata : Rasulullah صلى الله عليه وسلم melakukan thawaf mengelilingi Ka'bah pada saat haji wada diatas hewan tunggangannya, dia menyentuh Hajar Aswad dengan tongkatnya, agar orang-orang dapat melihatnya, memperhatikan, dan bertanya kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم, sesungguhnya orang-orang pada saat itu menutupi Rasulullah صلى الله عليه وسلم yakni berdesak-desakan di dekatnya. 


قال النووي : " هذا بيان لعلة ركوبه صلى الله عليه وسلم "

انتهى من "شرح صحيح مسلم" (9/19)

Maka Imam Nawawi menyatakan dalam kitab Syarah Shahih Muslim juz 9 halaman 19 : inilah alasan mengapa Rasulullah صلى الله عليه وسلم menaiki kendaraan ketika itu.


وأما ما جاء في "سنن أبي داود" (1881) من طريق يزيد بن أبي زياد، عن عكرمة عن ابن عباس: " أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قدم مكة وهو يشتكي، فطاف على راحلته " : فهي رواية ضعيفة لا يعتمد عليها في تعليل ركوبه بالمرض

Adapun riwayat yang terdapat dalam Sunan Abu Dawud dari jalur Yazid bin Abi Ziyad dari Ikrimah dari Ibnu Abbas : bahwa sesungguhnya Rasulullah صلى الله عليه وسلم datang ke Mekkah dan dia mengeluh merasakan sakit, maka Rasulullah صلى الله عليه وسلم melakukan thawaf diatas hewan tunggangannya. Maka ini adalah riwayat dhaif alias lemah yang tidak bisa dijadikan pegangan dan alasan thawaf dengan berkendaraan karena sakit.


Ulama yang melemahkan riwayat ini diantaranya adalah : Imam Al Baihaqi, Imam Ibnu Katsir, Imam Asy Syaukani, Imam Al Mubarakfuri, dan Syaikh Al Albani.


قال الإمام الشافعي : " فَأَخْبَرَ جَابِرٌ عَنْ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَنَّهُ طَافَ رَاكِبًا ، وَأَخْبَرَ أَنَّهُ إنَّمَا فَعَلَ لِيَرَاهُ النَّاسُ ، وَفِي هَذَا دَلاَلَةٌ عَلَى أَنَّهُ لَمْ يَطُفْ مِنْ شَكْوَى وَلاَ أَعْلَمُهُ اشْتَكَى صلى الله عليه وسلم فِي حَجَّتِهِ تِلْكَ " انتهى من "الأم" (3/443)

Imam Asy Syafi'i menyampaikan : Jabir mengabarkan dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم bahwasanya Rasulullaah صلى الله عليه وسلم melakukan thawaf dengan menaiki kendaraan, dan Jabir mengabarkan bahwa hal tersebut dilakukan agar orang-orang dapat melihat Rasulullah صلى الله عليه وسلم, maka disini terdapat dalalah alias penunjukkan bahwa sesungguhnya Rasulullah صلى الله عليه وسلم tidak melakukan thawaf dengan berkendara karena ada keluhan sakit dan tidak saya ketahui Rasulullah صلى الله عليه وسلم mengeluh sakit pada haji ketika itu. (Al Umm juz 3 halaman 443).


وذهب جمهور العلماء إلى منع الطواف والسعي راكبا دون عذر ، ومنهم من ألزمه الفدية إن فعله وتعذرت الإعادة، ومنهم من أبطل الطواف والسعي وأوجب الإعادة كما هو مذهب الحنابلة

Adapun jumhur mayoritas ulama berpendapat terlarangnya mengerjakan thawaf dan sai dengan menaiki kendaraan tanpa ada udzur, diantara ulama ini ada yang mewajibkan fidyah jika thawaf dan sai yang dilakukan dengan menaiki kendaraan dan sulit untuk mengulanginya, dan diantara ulama ini juga ada yang menyatakan batalnya thawaf dan sai yang dilakukan dengan menaiki kendaraan dan wajib diulang sebagai pendapat Al Hanabilah.


قال ابن الجوزي : " واختلفوا فيمن طاف راكبا من غير عذر، فعن أحمد روايتان:

إحداهما: يجزيه ولا دم عليه ، وهو قول الشافعي والأخرى لا يجزيه

Imam Ibnul Jauzi menyatakan : para ulama telah berbeda pendapat terkait orang yang thawaf dengan menaiki kendaraan tanpa ada udzur, ada dua riwayat dari Imam Ahmad, dalam salah satu riwayat dinyatakan mencukupi/sah dan tidak ada kewajiban bayar dam dimana ini juga adalah pendapat Imam Asy Syafi'i, sedangkan riwayat lainnya dinyatakan tidak mencukupi/tidak sah.


وقال أبو حنيفة ومالك: يجزيه وعليه دم

Adapun Imam Abu Hanifah dan Imam Malik berpendapat mencukupi, tetap sah dan wajib bayar dam.

انتهى "كشف المشكل من حديث الصحيحين" (2/433)


قال ابن قدامة : " فَأَمَّا الطَّوَافُ رَاكِبًا أَوْ مَحْمُولًا لِغَيْرِ عُذْرٍ ، فَمَفْهُومُ كَلَامِ الْخِرَقِيِّ: أَنَّهُ لَا يُجْزِئُ

Di dalam kitab المغني لابن قدامة 

(5/ 250) Imam Ibnu Qudamah menyatakan : adapun thawaf dengan menaiki kendaraan atau diangkut diatas kendaraan tanpa ada udzur, maka mafhum pernyataan Imam Al Khiraqi adalah tidak sah (tidak mencukupi).


وَهُوَ إحْدَى الرِّوَايَاتِ عَنْ أَحْمَدَ لِأَنَّهَا عِبَادَةٌ تَتَعَلَّقُ بِالْبَيْتِ ، فَلَمْ يَجُزْ فِعْلُهَا رَاكِبًا لِغَيْرِ عُذْرٍ ، كَالصَّلَاةِ

Yang mana pendapat ini adalah salah satu riwayat dari Imam Ahmad karena ibadah ini terkait erat dengan Baitullah Ka'bah, maka tidak boleh dikerjakan dengan menaiki kendaraan tanpa ada udzur sebagimana ibadah sholat.


وَالثَّانِيَةُ ، يُجْزِئُهُ ، وَيَجْبُرُهُ بِدَمٍ ، وَهُوَ قَوْلُ مَالِكٍ ، وَبِهِ قَالَ أَبُو حَنِيفَةَ"

Riwayat yang kedua adalah mencukupi/sah dan kekurangan ini wajib ditutupi dengan menunaikan dam dan inilah pendapat Imam Malik dan Imam Abu Hanifah.

Demikianlah variasi pendapat ahli Fiqih dalam hal ini. Tentu saja jika tidak ada udzur, tidak sakit, masih sehat sebaiknya tetap mengerjakan thawaf dan sai dengan berjalan kaki. Semoga Allah mudahkan kita dalam amal-amal ketaatan. Aamiin

والله تعالى أعلم بالصواب