Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menjual Rumah Atau Apartemen Tidak Termasuk Tanahnya, Bolehkah?





Yurifa Iqbal

Pada suatu forum majelis ilmu ada pertanyaan yang diajukan oleh salah seorang peserta dimana peserta ini bertanya yang kurang lebih pertanyaannya apakah diperbolehkan memperjual belikan bangunan semacam rumah 🏡 atau apartemen tapi tidak termasuk tanahnya?

Memang dalam aturan hak kepemilikan tanah dan bangunan di Indonesia salah satunya adalah HGB alias Hak Guna Bangunan.

Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun.

Berdasarkan status tanahnya, apartemen digolongkan menjadi Tanah Negara, Tanah Hak Milik, dan Tanah Pengelolaan. Jika apartemen yang Anda beli didirikan di atas tanah negara, maka status pengelolaan oleh pengembang adalah HGB Murni. Sementara, jika apartemen berdiri di tanah hak milik, maka hak pengelolaan pengembang adalah HGB Hak Milik. Sedangkan jika developer hanya diberi kuasa untuk membangun apartemen di tanah pihak ketiga, maka status pengelolaannya menjadi HGB HPL.

Kalau demikian bagaimana penjelasan Hukum Fiqihnya?

Dalam soal jawab http://islamqa.info/ nomor 294984 tanggal 02-11-2018 disampaikan sebagai berikut :

يجوز بيع البناء دون الأرض المبني عليها، بشرط التصريح بذلك، فإن باع داراً ولم ينص على أن الأرض غير مبيعة، دخلت الأرض في البيع

Boleh jual beli bangunan tanpa tanah yang dibangun bangunan atas tanah tersebut, dengan syarat harus tashrih, harus jelas, harus dinyatakan, kalau seseorang menjual-belikan rumah tapi tidak dinyatakan bahwa sesungguhnya tanah tidak masuk dalam objek akad jual beli (ghair mabiah) maka tanah tersebut termasuk dalam akad jual beli.

Di dalam kutipan kitab حاشية الدسوقي على الشرح الكبير juz 12 halaman 230 disampaikan :

فإذا اشترط البائع أو الراهن أو نحوهما إفراد البناء أو الشجر عن الأرض أو جرى العرف بإفرادهما عن الأرض في البيع أو الرهن أو نحوهما فلا تدخل الأرض في العقد عليهما

Jika penjual atau orang yang menggadaikan atau yang semisalnya mensyaratkan untuk memisahkan bangunan atau pepohonan dari tanah, atau memang sudah berlangsung tradisi/kebiasaan yang memisahkan antara keduanya dari tanah dalam akad jual beli, gadai, atau yang semisalnya maka tanah tidak termasuk dalam akad.

Di dalam kutipan kitab الموسوعة الفقهية juz 8 halaman 227 disampaikan :

ومحل تناول العقد على البناء للأرض، وتناول العقد على الأرض ما فيها من بناء - كان العقد بيعا أو غيره - إن لم يكن شرط، أو عرف بخلافه، وإلا عمل بذلك الشرط، أو العرف

Akad jual beli atau yang lainnya meliputi bangunan yang ada di tanah dan akad tersebut juga meliputi tanah beserta apa-apa yang ada diatas tanah itu berupa bangunan jika tidak ada syarat atau tradisi kebiasaan yang menyelisihinya, jika ada syarat atau kebiasaan maka yang diamalkan adalah syarat atau tradisi kebiasaan tersebut.

فإذا اشترط البائع إفراد البناء عن الأرض، أو جرى العرف بإفراده عن الأرض في البيع وغيره، فلا تدخل الأرض في العقد على البناء، وكذلك لو اشترط البائع إفراد الأرض عن البناء، أو جرى العرف بذلك، فإن البناء لا يدخل في العقد على الأرض

Maka apabila penjual mensyaratkan untuk memisahkan bangunan dari tanah, atau terdapat tradisi kebiasaan yang memisahkan bangunan dari tanah dalam akad jual beli atau akad yang lainnya, maka tanah tidak termasuk dalam akad jual beli bangunan ( semacam rumah, apartemen). Demikian pula seandainya penjual mensyaratkan untuk memisahkan tanah dari bangunan dalam akad jual beli, atau memang sudah ada tradisi kebiasaan yang demikian maka sesungguhnya bangunan tidak termasuk dalam akad jual beli tanah.

Bahkan menurut pendapat 4 madzhab, jika dilakukan suatu akad (semisal jual beli) terhadap rumah secara multaq maka juga mencakup tanah dan bangunan yang ada diatas tanah.

Di dalam kitab الموسوعة الفقهية juz 20 halaman 199-200 dijelaskan :

فاتفق الفقهاء من الحنفية والمالكية والشافعية والحنابلة على أن العقد على الدار عند الإطلاق دخل فيه الأرض والبناء وكل ما هو مثبت فيها كالأجنحة والرواشن، والدرج والمراقي المعقودة، والسقف، والجسور، والبلاط المفروش المثبت في الأرض، والأبواب المنصوبة وغلقها المثبت، والخوابي، ومعاجن الخبازين وخشب القصارين، والإجانات المثبتة (وهي آنية تغسل فيها الثياب) والرفوف، والسلالم، والسرر على أن تكون هذه الثلاثة مسمرة

كما يدخل في هذا العقد الأشجار الرطبة المغروسة في الدار، والبئر المحفورة، والأوتاد المغروزة فيها، لأن اسم الدار يقع على جميع هذه الأشياء عرفا

وكذلك يدخل في هذا العقد حجرا الرحى إذا كان الأسفل منهما مثبتا

Para Fuqaha Al Hanafiyah, Al Malikiyah, Asy Syafiiyah, dan Al Hanabilah telah sepakat bahwa sesungguhnya akad yang terjadi atas rumah ketika dimutlaq-kan maka mencakup juga tanah, bangunan, dan semua yang kokoh permanen diatasnya seperti paviliun, balkon, tangga, tangga yang melengkung, atap, jembatan, ubin yang terhampar kokoh diatas tanah, pintu-pintu yang ditegakkan beserta kunci gemboknya, gentong-gentong air, alat pengaduk roti tukang roti, kayu penggantung pakaian yang terletak di dinding, wadah bejana untuk mencuci pakaian yang kokoh permanen, rak-rak, tangga, dan ranjang yang dipaku permanen.

Sebagaimana akad ini tentu juga mencakup  pohon-pohon yang basah yang tertanam di rumah, sumur yang digali, pasak yang dipancangkan kedalam bumi, karena sebutan rumah itu secara kebiasaan mencakup semua hal yang telah disebutkan.

Sebagaimana akad ini juga mencakup 2 batu yang digunakan untuk penggilingan jika bagian bawah dari keduanya kokoh permanen.

Kesimpulannya adalah jual beli bangunan saja seperti apartemen tanpa tanahnya boleh dengan ketentuan akadnya harus jelas dan disyaratkan (misalnya hanya bisa beli bangunan saja tanpa tanah) atau memang sudah ada kebiasaan yang berlaku seperti itu. Adapun jika jual belinya muthlaq tanpa menyebutkan syarat dan tidak ada kebiasaan maka tanah tercakup dalam akad jual beli.

Demikianlah penjelasan ringkas terkait bahasan ini. Semoga bermanfaat.

والله تعالى أعلم بالصواب