Jamak Sholat Fardhu Karena Banjir, Bisakah?
Kalimantan Tengah Darurat Banjir! Begitu kalimat yang tertulis dalam sebuah poster. Ada 7 Kabupaten, 33 Kecamatan, dan 151 Desa yang terdampak banjir. Puluhan ribu penduduk Kalimantan Tengah di masa pandemi ini menjadi korban, banyak rumah terendam, puluhan akses jalan darat terputus, dan seterusnya.
لا حول و لا قوة إلا بالله
Semoga banjir ini segera surut.
Satu pertanyaan yang mungkin muncul di benak kita sebagai umat Islam adalah bolehkah menjamak sholat fardhu ketika banjir? Adakah yang membolehkan? Adakah rujukannya?
Sebagai umat Islam tentu kita paham akan hukum sholat fardhu. Di dalam kitab Kifayatul Akhyar halaman 127 terbitan Darul Faiha disebutkan :
والأصْل فِي وُجُوبها قَوْله تَعالى ﴿وأقِيمُوا الصَّلاة﴾ أي حافظُوا عَلَيْها والأحادِيث فِي ذَلِك كَثِيرَة جدا والإجْماع مُنْعَقد على ذَلِك
Dalil kewajiban sholat fardhu adalah firman Allah : Dan dirikanlah oleh kalian sholat, surat Al Baqarah 43 yakni jagalah oleh kalian sholat, dalil lain adalah hadits-hadits yang sangat banyak sekali, serta adanya ijmak akan kewajiban sholat fardhu.
Jadi kewajiban sholat fardhu sudah fix berdasarkan dalil Al Qur'an, Hadits, serta Ijmak. Tentu dalam keadaan apapun sholat fardhu ini tetap wajib ditunaikan. Namun ketika bencana banjir ini apakah sholat fardhu bisa dijamak?
Masih dalam kitab yang sama Kifayatul Akhyar halaman 210 disampaikan :
المعروف من المذهب : أنه لا يجوز الجمع بالمرض ولا الوحل ولا الخوف
Yang sudah dikenal dalam madzhab Imam Asy Syafi'i : bahwasanya tidak diperbolehkan menjamak sholat fardhu karena sakit, lumpur, dan ketakutan/kepanikan.
Kemudian di halaman 211 disampaikan :
واختار الخطابي من أصحابنا أنه يجوز الجمع بالوحل فقط
Dan Imam Al Khattabiy dari madzhab Imam Asy Syafi'i berpendapat bahwa boleh menjamak sholat fardhu karena disebabkan lumpur saja.
Dari kutipan diatas tidak ada keterangan kebolehan menjamak sholat fardhu karena banjir.
Kutipan diatas hampir sama dengan kutipan ibarah kitab Raudhatut Thalibin juz 1 halaman 702 - 703 terbitan Darul Faiha :
ﻓﺮﻉ
Cabang
اﻟﻤﻌﺮﻭﻑ ﻓﻲ اﻟﻤﺬﻫﺐ: ﺃﻧﻪ ﻻ ﻳﺠﻮﺯ اﻟﺠﻤﻊ ﺑﺎﻟﻤﺮﺽ ﻭﻻ اﻟﺨﻮﻑ ﻭﻻ اﻟﻮﺣﻞ. ﻭﻗﺎﻝ ﺟﻤﺎﻋﺔ ﻣﻦ ﺃﺻﺤﺎﺑﻨﺎ: ﻳﺠﻮﺯ ﺑﺎﻟﻤﺮﺽ ﻭاﻟﻮﺣﻞ. ﻣﻤﻦ ﻗﺎﻟﻪ ﻣﻦ ﺃﺻﺤﺎﺑﻨﺎ: ﺃﺑﻮ ﺳﻠﻴﻤﺎﻥ اﻟﺨﻄﺎﺑﻲ ﻭاﻟﻘﺎﺿﻲ ﺣﺴﻴﻦ، ﻭاﺳﺘﺤﺴﻨﻪ اﻟﺮﻭﻳﺎﻧﻲ.
Yang sudah dikenal dalam madzhab Imam Asy Syafi'i : bahwasannya tidak diperbolehkan menjamak sholat fardhu karena sakit, ketakutan/kepanikan, dan lumpur. Sedangkan sekelompok Fuqaha dari madzhab kami (madzhab Imam Asy Syafi'i) berpendapat boleh menjamak sholat fardhu karena sakit dan karena ada lumpur, diantaranya adalah Imam Abu Sulaiman Al Khattabiy serta Qadhi Husain, dan Imam Ar Ruyaniy pun menyetujuinya.
Kemudian Imam An Nawawi mengatakan :
قلت : القول بجواز الجمع بالمرض ظاهر مختار. فقد ﺛﺒﺖ ﻓﻲ (ﺻﺤﻴﺢ ﻣﺴﻠﻢ) : ﺃﻥ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ (ﺟﻤﻊ ﺑﺎﻟﻤﺪﻳﻨﺔ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﺧﻮﻑ ﻭﻻ ﻣﻄﺮ) . ﻭﻗﺪ ﺣﻜﻰ اﻟﺨﻄﺎﺑﻲ ﻋﻦ اﻟﻘﻔﺎﻝ اﻟﻜﺒﻴﺮ اﻟﺸﺎﺷﻲ، ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﺇﺳﺤﺎﻕ اﻟﻤﺮﻭﺯﻱ ﺟﻮاﺯ اﻟﺠﻤﻊ ﻓﻲ اﻟﺤﻀﺮ ﻟﻠﺤﺎﺟﺔ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ اﺷﺘﺮاﻁ اﻟﺨﻮﻑ، ﻭاﻟﻤﻄﺮ، ﻭاﻟﻤﺮﺽ، ﻭﺑﻪ ﻗﺎﻝ اﺑﻦ اﻟﻤﻨﺬﺭ ﻣﻦ ﺃﺻﺤﺎﺑﻨﺎ. ﻭاﻟﻠﻪ ﺃﻋﻠﻢ.
Saya katakan : pendapat yang membolehkan menjamak sholat fardhu karena sakit adalah pendapat yang jelas dan terpilih, sudah fix dalam kitab Shahih Muslim bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم menjamak sholat fardhu di Madinah tanpa ada ketakutan/kepanikan dan ketika tidak ada hujan. Imam Al Khattabiy sungguh telah menghikayatkan dari Imam Al Qaffal Al Kabir Asy Syasyiy dari Imam Abi Ishaq Al Marwaziy akan kebolehan menjamak sholat fardhu ketika mukim tidak berpergian karena adanya suatu kebutuhan (hajat) tanpa disyaratkan adanya ketakutan/kepanikan, ada hujan, dan sakit. Dan pendapat inilah yang dipegang oleh Imam Ibnul Mundzir dari madzhab kami. Wallaahu a'lam.
Kemudian dalam kitab مؤنس الجليس بشرح الياقوت النفيس في مذهب ابن إدريس juz 1 halaman 332 terbitan Darudh Dhiya disampaikan :
يلحق بالمطر : نزول المياه من الميازيب والسقوف بعد انقطاع المطر ؛ فيشترط لجواز الجمع بذلك جميع ما اشترط في المطر ، وكذا يلحق به الثلج إذا كان قطعا كبارا يحصل به التأذي ، وكذا البرد إذا كان ذائبا ييل أعلى الثوب وأسفل النعل.
Yang dapat disamakan dengan hujan adalah turunnya air dari talang air (semacam saluran air) dan atap rumah setelah hujan reda, maka disyaratkan boleh menjamak sholat fardhu dengan semua syarat menjamak sholat ketika hujan turun, demikian pula salju atau es disamakan dengan hal ini jika salju nya turun dengan potongan yang besar sehingga dapat menyakiti manusia, demikian pula hujan es atau hujan salju jika meleleh dan membasahi pakaian atas dan alas kaki yang paling bawah.
Sekilas kita mendapatkan informasi dari dua kutipan kitab diatas bahwa masih tidak ada keterangan boleh menjamak sholat fardhu karena banjir.
Di dalam kitab Al Majmu' Syarah Al Muhadzdzab juz 4 halaman 170 terbitan Ad Dar Al Alamiyyah disampaikan :
في مذاهبهم في الجمع في الحضر بلا خوف ولا سفر ولا مطر ولا مرض: مذهبنا ومذهب أبي حنيفة ومالك وأحمد والجمهور أنه لا يجوز وحكى ابن المنذر عن طائفة جوازه بلا سبب قال و جوزه ابن سيرين لحاجة أو ما لم يتخذه عادة.
Madzhab para Fuqaha dalam menjamak sholat fardhu ketika mukim tidak bepergian, tanpa ada rasa takut/panik, tidak safar, tidak ada hujan yang turun, tidak sakit, maupun tidak dalam keadaan sakit. Adapun madzhab kami Imam Syafi'i, madzhab Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Ahmad, dan Jumhur Fuqaha berpendapat tidak boleh sedangkan Imam Ibnul Mundzir menghikayatkan dari sekelompok Fuqaha bolehnya menjamak sholat fardhu tanpa ada sebab dan beliau berkata Imam Ibnu Sirin membolehkan hal tersebut karena suatu hajat atau kebutuhan atau selama tidak dijadikan kebiasaan.
Memang lagi-lagi banjir tidak ada disebutkan dalam kutipan ini, akan tetapi ada pendapat Imam Ibnu Sirin yang membolehkan jamak sholat fardhu ketika mukim dan tidak bepergian, dan lain-lain karena ada suatu kebutuhan dan selama tidak dijadikan kebiasaan. Nah banjir tentu bisa kita samakan dalam pembahasan ini dimana ketika banjir apalagi jika air sampai kepala orang dewasa tentu sangat-sangat menyulitkan, dan pendapat ini bisa dipertimbangkan untuk diambil.
Apalagi Islam itu disyariatkan (pensyariatan Islam) itu bukan untuk mempersulit kita sebagaimana ibarah kitab تاريخ التشريع الإسلامي karya Syaikh Prof.Doktor Wahbah Az Zuhaili pada halaman 10 mengutip dari kitab تاريخ التشريع الإسلامي Prof.Muhammad Khudariy Bek :
و قام التشريع الإسلامي على ثلاثة أسس : هي رفع الحرج، و قلة التكاليف، و التدرج في التشريع
Pensyariatan Islam itu berdiri diatas tiga landasan : mengangkat kesulitan, beban hukum yang tidak terlalu banyak, dan bertahap dalam pensyariatan hukum.
Jadi harus kita pahami bersama bahwa pensyariatan Islam atau Syariah Islam itu sendiri bukan untuk mempersulit kita!
Kemudian kita coba lihat satu rujukan kitab dalam madzhab Al Hanabilah yakni kitab Muntahal Iradat juz 1 halaman 335 via aplikasi Maktabah Syamilah :
ويختص بالعشاءين: ثلج، وبرد، وجليد، ووحل و ريح شديدة باردة و مطر يبل الثياب و توجد معه مشقة ولو صلى ببيته أو بمسجد طريقه تحت ساباط و نحوه.
Dan dikhususkan menjamak sholat fardhu Maghrib dan Isya disebabkan : salju, hujan salju, es yang beku, lumpur, angin kencang yang dingin, hujan yang membasahi pakaian serta terdapat kesulitan (masyaqqah) meskipun dia sholat di rumahnya atau di Masjid yang jalannya di bawah atap yang melengkung.
والأفضل فعل الأرفق من تأخير أو تقديم
Dan yang paling afdhol adalah dia melakukannya didasarkan pada mana yang paling baik untuknya entah itu jamak takhir atau jamak taqdim.
Jadi menurut madzhab Al Hanabilah ini dalam keadaan lumpur serta angin kencang yang dingin serta adanya masyaqqah alias kesulitan boleh menjamak sholat Maghrib dan Isya.
Terakhir, menurut fatwa nomor 197489 di website islamweb disampaikan :
نقول فيه: إننا لم نقف على كلام للفقهاء في خصوص الجمع لأجل السيل، ونرى أنها أولى من الوحل إذا وجد حرج أو مشقة في تجاوزها، وعموم حديث ابن عباس في الجمع لرفع الحرج يدل على جواز الجمع عندها.
Kami katakan : sungguh kami tidak mengetahui adanya pendapat Fuqaha terkait kekhususan jamak sholat fardhu disebabkan karena banjir, dan kami memandang bahwa banjir ini lebih layak daripada lumpur untuk sholat bisa dijamak jika ditemui kesulitan dan kesukaran yang melebihi batas, dan keumuman hadits Ibnu Abbas dalam menerangkan jamak sholat fardhu untuk menghilangkan kesulitan menunjukkan kebolehan jamak sholat fardhu ketika banjir.
Kesimpulan :
1. Madzhab Imam Syafi'i tidak membolehkan jamak sholat fardhu karena banjir.
2. Imam Al Khattabiy dan Qadhi Husain serta Imam Ar Ruyaniy berpendapat boleh menjamak sholat karena sakit dan ada lumpur.
3. Imam Al Khattabiy menghikayatkan pendapat dari Imam Al Qaffal Al Kabir Asy Syasyiy dari Imam Abi Ishaq Al Marwaziy bahwa boleh menjamak sholat fardhu ketika mukim tidak bepergian karena ada hajat.
4. Begitu pula Imam Ibnu Sirrin berpendapat boleh menjamak sholat fardhu tanpa ada sebab dengan catatan karena ada kebutuhan dan selama tidak dijadikan kebiasaan.
5. Madzhab Al Hanabilah membolehkan jamak sholat fardhu Maghrib dan Isya diantaranya karena lumpur, angin kencang yang dingin serta adanya masyaqqah alias kesulitan (banjir bisa dimasukkan ke dalam masyaqqah).
6. Banjir lebih layak untuk dijadikan sebab kebolehan jamak sholat fardhu daripada adanya lumpur jika bencana banjir menyebabkan adanya kesulitan dan kesukaran.
7. Syariah Islam bukan untuk mempersulit umat bahkan adanya Syariah Islam untuk mengangkat kesulitan.
8. Pendapat yang membolehkan menjamak sholat fardhu karena banjir bisa untuk diamalkan berdasarkan fatwa nomor 197489 di website islamweb.
Demikian pembahasan ringkas terkait hal ini. Semoga bermanfaat.
والله تعالى أعلم بالصواب