Hukum Penetapan Harga Oleh Supplier Atau Distributor
Yurifa Iqbal
Mungkin kita pernah mendengar suatu produk (atau bahkan tidak lagi mendengar, tapi merupakan pelaku usaha) yang menetapkan harga produk suatu barang kepada para konsumennya dimana konsumennya ini sudah melakukan akad jual beli dengan supplier atau distributor produk tersebut.
Katakanlah A adalah supplier atau distributor suatu produk, dan B adalah agen produk tersebut, B sudah melakukan akad jual beli dengan A, ternyata dalam klausul akad disebutkan bahwa B ketika menjual produk tersebut maksimal harganya adalah sekian, tidak boleh kurang tidak boleh lebih. Bagaimanakah status akad ini? Sah atau Batal?
Dalam beberapa rujukan kitab-kitab Madzhab Asy Syafi'iyyah terdapat beberapa keterangan yang bisa kita baca terkait hal ini.
Misalnya dalam kitab Al Muhadzdzab juz 3 halaman 133 Terbitan Dar Al Qalam disampaikan :
من اشترى سلعة جاز له بيعها برأس المال وبأقل منه وبأكثر منه لقوله صلى الله عليه وسلم : [ إذا اختلف الجنسان فبيعوا كيف شئتم ]
Siapa saja yang membeli suatu produk barang maka boleh baginya untuk menjual kembali produk tersebut baik dengan harga modalnya, lebih rendah dari harga modal, maupun lebih tinggi dari harga modal bedasarkan hadits Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم : jika berbeda jenis maka silakan engkau jual sesukamu.
Demikian juga misalnya keterangan dalam kitab Al Majmu' Syarah Al Muhadzdzab juz 7 halaman 498 terbitan Ad Dar Al Alamiyah di bawah ini :
أن يشترط ما سوى الأربعة من الشروط التي تنافي مقتضى البيع بأن باعه شيئاً بشرط ألا يبيعه ولا ينتفع به أو لا يعتقه أو لا يقبضه أو لا يؤجره أو لا يطأها أو لا يسافر به أو لا يسلمه إليه، أو بشرط أن يبيعه غيره، أو يشتري منه أو يقرضه أو يؤجره أو خسارة عليه إن باعه بأقل أو إذا باعه لا يبيعه إلا له أو ما أشبه ذلك، فالبيع باطل في جميع هذه الصور وأشباهها لمنافاة مقتضاه، ولا فرق عندنا بأن يشرط شرطا واحداً أو شرطين
Seseorang mensyaratkan suatu syarat selain dari empat syarat sebelumnya yang bertentangan dengan konsekuensi akad (menyalahi konsekuensi akad) jual beli semisal seseorang menjual suatu produk (bisa juga barang) dengan syarat produk tersebut tidak boleh dijual dan tidak boleh dimanfaatkan atau tidak boleh dimerdekakan atau tidak boleh diterima atau tidak boleh disewakan atau tidak boleh disetubuhi atau tidak bersafar dengannya atau tidak dikirimkan atau dengan syarat harus orang lain yang menjual produk tersebut atau membeli darinya atau dengan syarat harus menghutanginya atau menyewakannya atau kerusakan/kerugian akan ditanggung jika produk dijual dengan harga yang lebih rendah, atau dengan syarat jika produk tersebut akan dijual maka tidak boleh dijual kecuali kepada penjual tadi atau apa-apa yang semisal dengan itu, maka jual beli tersebut batal alias tidak sah (فالبيع باطل) di seluruh model akad tadi serta yang semisal dengan itu karena bertentangan dengan konsekuensi akad, tidak ada perbedaan dalam pandangan madzhab Asy Syafi'iyyah apakah syaratnya itu satu atau dua.
Kemudian dalam kitab Tuhfatul Muhtaj bi Syarhil Minhaj juz 2 halaman 133 Terbitan Dar Al Hadits disampaikan sebagai berikut :
والحاصل أن كل شرط مناف لمقتضى العقد إنما يبطل إن وقع في صلب العقد أو بعده وقبل لزومه لا إن تقدم عليه ولو في مجلسه
Walhasil, semua syarat yang menyalahi konsekuensi akad (bertentangan dengan konsekuensi akad) maka akad tersebut menjadi batal alias tidak sah jika syarat itu terjadi di dalam akad (disebut dalam akad) atau setelah akad dan sebelum menjadi akad yang mengikat bukan di awal meskipun masih di majelis akad.
Terakhir, berkaitan dengan syarat yang menyalahi konsekuensi akad, di dalam kitab Al Mutamad fil Fiqh Asy Syafi'i juz 3 halaman 53 Terbitan Darul Qalam disampaikan :
فإن شرط شرطا ينافي مقتضى البيع فيبطل كما لو شرط البائع على المشتري أن لا يبيع ما اشتراه أو لا ينتفع به أو ينتفع به مدة فلا يصح أو أن لا يتصرف بالمبيع إلا بإذن البائع
Jika seseorang mensyaratkan satu syarat yang menyalahi konsekuensi akad (bertentangan dengan konsekuensi akad) jual beli maka akad jual beli batal alias tidak sah, sebagaimana jika seorang penjual mensyaratkan kepada pembeli untuk tidak menjual barang yang sudah dibeli, atau barang tersebut tidak boleh dimanfaatkan, atau boleh dimanfaatkan dalam jangka waktu tertentu, maka akad jual beli seperti ini tidak sah, demikian pula jika terdapat syarat tidak boleh melakukan tasharruf (tindakan ekonomi seperti menjual) kecuali mendapatkan izin dari penjual.
Demikianlah ketentuan dalam madzhab Asy Syafi'iyyah terkait dengan mensyaratkan sesuatu yang bertentangan dengan konsekuensi akad, karena ketika akad jual beli sudah sempurna, maka pembeli/pemilik produk atau barang tersebut berhak untuk melakukan tasharuf apapun terhadap barang tersebut. Dengan kata lain boleh dijual lagi, boleh dihibahkan, termasuk menjual dengan harga berapapun sebagaimana kutipan diatas. Dan jika terdapat syarat yang menyalahi konsekuensi akad ini maka syarat ini jelas batil dan akad jual beli juga batil alias tidak sah.
Sebaiknya kita sebagai seorang Muslim menjauhi akad penetapan harga oleh supplier atau distributor ini, karena hakikatnya jika seseorang telah membeli suatu produk atau barang, maka dia bebas melakukan tasharuf apapun terhadap nya.
Hal ini tentu dalam rangka kehati-hatian pada aktivitas Muamalah kita. Serta menghindari tidak sah dan tidak syar'i nya akad yang dilakukan.
والله تعالى أعلم بالصواب