Hukum Jual Beli Salam Hewan Qurban
Saat ini kita berada di pekan kedua bulan Dzulqadah 1442 H, in syaa Allaah sekitar kurang dari sebulan lagi kita kaum Muslimin akan merayakan Hari Raya Idul Adha 1442.
Maka tentu saja kaum muslimin sudah mulai sibuk mempersiapkan hari Raya Idul Adha dari sekarang, diantaranya adalah mencari dan mempersiapkan hewan qurban, yang mana kita ketahui bahwa ibadah qurban ini adalah diantara ketaatan yang dilakukan oleh kaum muslimin.
Terkait hal tersebut bisa jadi muncul pertanyaan dalam benak kaum muslimin, bolehkah melakukan akad jual beli Salam (jual beli pesan) pada hewan qurban? Karena jika semakin mepet ke hari H maka bisa jadi hewan qurban akan semakin sedikit, bahkan bisa jadi tidak mendapatkan hewan qurban, dan lain-lain. Kembali ke pertanyaan awal, bolehkah melakukan akad jual beli Salam (jual beli pesan) pada hewan qurban?
Dalam kitab معجم اللغة الفقهاء terbitan دار النفائس halaman 222 dijelaskan definisi jual beli Salam adalah :
بيع السلم : بيع السلعة الآجلة الموصوفة في الذمة بثمن مقبوض في مجلس العقد
Jual beli Salam adalah jual beli barang yang ditangguhkan (untuk diserahterimakan) yang disifati dalam tanggungan dengan sifat tertentu dimana harga harus dibayar langsung di majelis aqad.
Inilah salah satu pengertian atau definisi dari jual beli Salam, adapun hukum jual beli Salam pada hewan (termasuk hewan qurban) hukumnya diperselisihkan oleh para Fuqaha, Imam Ibnu Rusyd di dalam kitab بداية المجتهد و نهاية المقتصد terbitan الدار العالمية pada halaman 728 dalam pembahasan jual beli Salam, menjelaskan hal ini sebagai berikut :
واختلفوا من ذلك فيما ينضبط مما لا ينضبط بالصفة ، فمن ذلك الحيوان والرقيق ، فذهب مالك ، والشافعي ، والأوزاعي ، والليث إلى أن السلم فيهما جائز ، وهو قول ابن عمر من الصحابة . وقال أبو حنيفة ، والثوري ، وأهل العراق : لا يجوز السلم في الحيوان ، وهو قول ابن مسعود . وعن عمر في ذلك قولان .
Para Fuqaha berbeda pendapat terkait yang terukur sifatnya dan yang tidak terukur sifatnya, diantaranya adalah hewan dan budak, maka Imam Malik, Imam Syafi'i, Imam Al Auzaiy, Imam Al Laits berpendapat bahwa jual beli Salam pada hewan dan juga budak hukumnya boleh, ini juga pendapat Ibnu Umar yang merupakan sahabat Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم. Dan adapun Imam Abu Hanifah, Imam Ats Tsauri, serta Fuqaha Ahlul Iraq berpendapat bahwa jual beli Salam pada hewan hukumnya tidak boleh (لا يجوز السلم في الحيوان) dan ini juga pendapat Ibnu Mas'ud, adapun Umar bin Al Khattab punya dua pendapat terkait hal ini.
Kemudian apa yang menjadi sandaran dari perbedaan ini? Imam Ibnu Rusyd menjelaskan :
وعمدة أهل العراق في ذلك : ما روي عن ابن عباس : " أن النبي صلى الله عليه وسلم نهى عن السلف في الحيوان " ، وهذا الحديث ضعيف عند الفريق الأول . وربما احتجوا أيضا بنهيه عليه الصلاة والسلام عن بيع الحيوان بالحيوان نسيئة .
Sandaran Fuqaha Ahlul Iraq adalah riwayat dari Ibnu Abbas bahwasanya Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم melarang jual beli Salam pada hewan, sedangkan hadits ini adalah hadits dhaif (hadits lemah) menurut kelompok Fuqaha yang membolehkan jual beli Salam pada hewan, bisa jadi juga para Fuqaha Ahlul Iraq berhujjah pada riwayat bahwa Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم melarang jual beli hewan dengan hewan secara tunda (نسيئة)
وعمدة من أجاز السلم في الحيوان : ما روي عن ابن عمر : " أن رسول الله صلى الله عليه وسلم أمره أن يجهز جيشا ، فنفدت الإبل ، فأمره أن يأخذ على قلاص الصدقة ، فأخذ البعير بالبعيرين إلى إبل الصدقة " . وحديث أبي رافع أيضا : " أن النبي صلى الله عليه وسلم استسلف بكرا " . قالوا : وهذا كله يدل على ثبوته في الذمة .
Adapun sandaran Fuqaha yang membolehkan jual beli Salam pada hewan adalah sebagaimana riwayat dari Ibnu Umar bahwasanya Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم memerintahkan untuk menyiapkan pasukan, kemudian unta habis, maka beliau memerintahkan untuk mengambil unta shodaqah/zakat, beliau mengambil satu unta ditukar dua unta untuk unta shodaqoh/zakat, serta dalil lain adalah hadits Abi Rafi' bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم berhutang unta yang masih kecil, dan mereka para Fuqaha berpendapat bahwa dalil ini semuanya menunjukkan bahwa tetapnya sesuatu tersebut (hewan) di dalam tanggungan.
فسبب اختلافهم شيئان :
Adapun sebab perbedaan mereka kembali ke dua hal :
أحدهما : تعارض الآثار في هذا المعنى .
Pertama karena ada kontradiksi antara berbagai atsar (kabar) dari Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم terkait makna ini.
والثاني : تردد الحيوان بين أن يضبط بالصفة أو لا يضبط .
Kedua karena timbul keraguan terkait sifat hewan apakah bisa terukur atau tidak bisa terukur.
فمن نظر إلى تباين الحيوان في الخلق ، والصفات وبخاصة صفات النفس قال : لا تنضبط . ومن نظر إلى تشابهها قال : تنضبط .
Maka Fuqaha yang memandang terdapat perbedaan dalam hewan dari segi penciptaan, sifat wabil khusus sifat jiwa (صفات النفس) maka tidak dapat diukur sifatnya, adapun Fuqaha yang memandang terdapat keserupaan maka sifatya terukur.
Sedikit tambahan keterangan, di dalam kitab الفقه على المذاهب الأربعة terbitan الدار العالمية halaman 541 dijelaskan bahwa menurut madzhab Al Hanafiyyah :
ولا يصح السلم في الحيوان مطلقاً،
Tidak sah jual beli Salam pada hewan secara muthlaq.
Sedangkan menurut madzhab Al Hanabilah dalam kitab tersebut halaman 542 dijelaskan :
وأما المعدود المختلف الذي تتفاوت آحاده فإنه لا يصح السلم فيه إلا في الحيوان لأنه هو الذي يمكن ضبط صفاته،
Adapun barang yang dihitung yang terdapat variasinya dimana satuannya berbeda-beda maka tidak sah jual beli Salam kecuali pada hewan karena hewan itu dapat terukur sifatnya
وينضبط الحيوان بذكر سنه وذكورته وأنوثته وسمنه وهزاله. وكونه راعياً معلوفاً، بالغاً أو صغيراً، ولونه إن كان نوعه مختلف اللون كالغنم البيضاء، أو السوداء، أو الحمراء وتضبط الإبل بأربعة أوصاف, النتاج فيقول: من نتاج بني فلان، والسن فيقول: بنت مخاض مثلاً، واللون فيقول: بيضاء أو حمراء أو زرقاء. والأنوثة فيقول: ذكراً أو أنثى.
Dan terukurnya sifat pada hewan diketahui dengan penyebutan usianya, jantan atau betina, gemuk atau kurus, digunakan untuk mengembala dan diberi pakan, dewasa atau kecil, serta warnanya jika ada jenis yang berbeda warnanya seperti kambing putih atau kambing hitam atau kambing merah, adapun unta maka dapat terukur dengan 4 sifat yaitu hasilnya, maka dikatakan hasil dari Bani Fulan, kemudian usia, maka dikatakan bintu makhadh, kemudian warna, maka dikatakan putih atau merah atau biru, kemudian jantan atau betina.
Sedangkan menurut madzhab Al Malikiyah terkait jual beli Salam pada hewan, masih dalam kitab yang sama halaman 544 dijelaskan bahwa :
وإذا أسلم في حيوان فإنه يشترط أن يبين نوعه، هل هو غنم أو بقر، ضأن أو معز؟ ويبين جودته ورداءته، ويبين لونه إن ترتب عليه اختلاف في الثمن. وكذلك يبين سنه، وكونه ذكراً أو أنثى، وكونه سميناً أو غير سمين.
Jika seseorang melakukan akad jual beli Salam pada hewan maka syaratnya harus dijelaskan jenis dan sifatnya, apakah berupa kambing atau sapi atau biri-biri atau kambing kacang, harus dijelaskan pula kualitas dan kejelekannya, harus dijelaskan pula warnanya jika berefek pada perbedaan harga, demikian pula harus dijelaskan usianya, serta jantan atau betina, dan gemuk atau tidak gemuk.
Terakhir menurut madzhab Asy Syafi'iyyah masih dalam kitab yang sama halaman 545 terkait Jual beli Salam pada hewan dijelaskan :
أن يبين جنسه ونوعه، ويذكر الصفات التي يترتب عليها اختلاف الثمن عادة، فإذا أسلم في حيوان فعليه أن يذكر جنسه ونوعه فيقول: غنماً، أو بقراً، أو إبلاً. ثم يذكر سنه ولونه، وهل هو ذكر أو أنثى؟. ويذكر في الطير زيادة على ذلك كونه صغيراً أو كبيراً، أما سنه فلا يلزم ذكره إلا إذا كان معروفاً.
Harus dijelaskan jenis dan tipenya, serta juga disebutkan sifat-sifat yang secara tradisi dapat berefek pada perbedaan harga, dan jika seseorang melakukan akad jual beli Salam pada hewan maka dia harus menyebutkan jenis dan tipenya, maka harus disebutkan : kambing, atau sapi, atau unta, kemudian disebutkan usia dan warnanya, jantan atau betina, dan untuk burung ada tambahan yang harus disebutkan ukurannya kecil atau besar, sedangkan usia tidak perlu disebutkan kecuali jika memang sudah makruf untuk disebutkan.
Maka kesimpulannya, dari penjelasan ini kita bisa memahami bahwa hukum jual beli Salam pada hewan (termasuk hewan qurban) menurut Imam Malik, Imam Syafi'i, Imam Al Auzaiy, dan Imam Al Laits hukumnya boleh. Demikian juga menurut Fuqaha Al Hanabilah, Al Malikiyyah, Asy Syafiiyyah hukumnya boleh dengan syarat dan ketentuan yang sudah disebutkan diatas.
Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah, Imam Ats Tsauri, dan Fuqaha Ahlul Iraq jual beli Salam pada hewan hukumnya tidak boleh. Bahkan Fuqaha Al Hanafiyyah menyatakan jual beli Salam pada hewan tidak sah dalam bentuk apapun.
Jadi ini adalah masalah khilafiyah diantara para Fuqaha.
والله أعلم