Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hukum Memberi Julukan Atau Gelar Kepada Orang Lain



 

Yurifa Iqbal

فتلقيب الإنسان بما يحب مستحب شرعاً، أما بما يكره فمعصية،

Secara syar'i, menjuluki seseorang dengan apa yang dia senangi hukumnya mustahab, adapun jika dia tidak menyukai julukan tersebut, maka hal itu adalah kemaksiatan

Sebagian kaum muslimin yang menunaikan ibadah haji di tanah suci tentu sudah kembali ke tanah air, dan diantara tradisi masyarakat kita adalah menyebut atau memanggil orang yang sudah menunaikan ibadah haji dengan sebutan gelar haji atau hajah, terkait panggilan haji ini bagaimanakah hukumnya?

Dalam kitab Al Majmu' Syarh Al Muhadzdzab juz 6 halaman 585, Imam An Nawawi رحمه الله menjelaskan bolehnya memanggil orang yang sudah berhaji dengan panggilan haji.

يجوز أن يقال لمن حج حاج بعد تحلله ولو بعد سنين وبعد وفاته أيضا ولا كراهة في ذلك وأما ما رواه البيهقي عن القاسم بن عبد الرحمن عن ابن مسعود قال (لا يقولن أحدكم إني صرورة فإن المسلم ليس بصرورة ولا يقولن أحدكم إني حاج فإن الحاج هو المحرم) فهو موقوف منقطع والله أعلم

Boleh memanggil orang yamg sudah pernah berhaji dengan panggilan orang yang naik haji (haji) setelah orang tersebut bertahallul meskipun sudah bertahun-tahun dan meskipun juga yang bersangkutan sudah wafat, tidak ada kemakruhan pada hal tersebut. adapun yang diriwayatkan oleh Imam Al Baihaqi dari qaasim bin abd ar rahman dari ibnu mas'ud berkata : (janganlah salah seorang dari kalian berkata sungguh saya tidak berhaji, karena sesungguhnya seorang muslim tidak seperti itu, dan janganlah salah seorang diantara kalian berkata sesungguhnya saya orang yang berhaji, karena haji adalah orang yang berihram). maka hadits ini mauquf munqathi, و الله أعلم.

Dalam sebuah forum, kami (Yurifa Iqbal) juga pernah menyampaikan bahwa ketika ada orang yang sudah berhaji, maka jika kita memanggilnya dengan gelar 'haji' dimana yang bersangkutan senang atau suka dengan panggilan/gelar itu, maka hukumnya adalah mustahab (sunnah).

Begitu juga dengan gelar yang lain, jika seseorang senang untuk dipanggil ustaz, syekh, Imam, Kyai, Prof, Doktor tentu dengan syarat yang bersangkutan memang layak dengan panggilan atau gelar tersebut, maka hukumnya adalah mustahab (sunnah).

Sedangkan memberikan julukan, gelar, panggilan kepada seseorang, tetapi orang yang diberi julukan tersebut tidak menyukainya dan malah membencinya, maka hukumnya haram.

Imam An Nawawi رحمه الله dalam kitab Al Majmu' Syarh Al Muhadzdzab juz 7 halaman 90 menjelaskan hal tersebut

واتفق العلماء على تحريم تلقيب الإنسان بما يكره سواء كان صفة كالأعمش والأعمى والأعرج والأحول والأصم والأبرص والأصفر والأحدب والأزرق والأفطس والاشتر والاثرم والاقطع والزمن والمتعد والأشل أو كان صفة لأبيه أو لأمه أو غير ذلك مما يكرهه

Para ulama sepakat haramnya memberi julukan (gelar, panggilan) kepada seseorang dengan apa-apa yang dibencinya, sama saja apakah itu berupa sifatnya seperti sifat a'masy (kabur penglihatannya dan sering keluar air matanya), buta, pincang, juling, tuli, sakit kusta, sakit kuning (pucat), bungkuk, al azroq (miring matanya hingga tampak putih), pesek, al asytar (yang berbalik kelopak matanya, yang bibir bawahnya belah), yang ompong tanggal giginya, yang terpotong tangannya, yang cacat untuk selamanya, yang lumpuh, dan al asyall (lumpuh tangannya) atau sifat tersebut ada pada ayahnya atau ibunya atau selainnya dari apa-apa yang dibencinya.

Namun ada pengecualian akan hal tersebut, Imam An Nawawi رحمه الله kemudian melanjutkan keterangannya :

واتفقوا على جواز ذكره بذلك على جهة التعريف لمن لا يعرفه إلا بذلك ودلائل كل ما ذكرته مشهورة حذفتها لشهرتها

Dan para ulama bersepakat bolehnya menyebut hal tersebut dalam hal untuk mengenal orang yang mana tidak akan dikenali kecuali dengan panggilan tersebut, dan penunjukkan semua yang aku sebut itu masyhur yang tidak aku cantumkan (aku hapus) karena sudah masyhur.

واتفقوا على استحباب اللقب الذي يحبه صاحبه فمن ذلك أبو بكر الصديق اسمه عبد الله بن عثمان ولقبه عتيق

Dan para ulama sepakat akan mustahab (sunnah) nya gelar, julukan, panggilan dimana pemiliknya senang dengan hal tersebut, diantara contohnya adalah abu bakar ash shiddiq رضي الله عنه, namanya adalah abdullah bin utsman, gelarnya adalah 'atiq/yang selamat.

Kesimpulan : boleh memanggil orang yang sudah berhaji dengan haji, mustahab menjuluki orang dengan panggilan yang dia senangi, haram menjuluki orang dengan nama yang dia benci.

catatan penting : tentu yang harus sangat diperhatikan adalah, bagi yang senang dipanggil dengan gelar, julukan, panggilan tertentu harus senantiasa menjaga hati dan orientasinya, jangan sampai orientasinya bukan Allah lagi, tapi manusia. و العياذ بالله

setiap ibadah, amal sholeh, dan kebaikan yang kita lakukan harus kita tujukan hanya pada Allah semata, ikhlas hanya mengharapkan pahala dan ganjaran dari Allah, mencari ridho Allah semata.

والله أعلم

referensi kitab :

المجموع شرح المهذب ج. ٦ ص. ٥٨٥ و ج. ٧ ص. ٩٠ للإمام النووي رحمه الله

 --