Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kaidah Fiqih كل ما وجب على المكلف لا يسقط بفوات وقته




Yurifa Iqbal, S.Si.

Bulan Dzulqa'dah yang lalu dan awal bulan Dzulhijjah, Markaz Al Hijaz Jakarta mengadakan dauroh Fiqh Udhiyyah Berbahasa Arab, yang merujuk ke kitab Al Majmu' Syarah Al Muhadzdzab karya Imam An Nawawi رضي الله تعالى عنه

Adapun Muhadhir adalah Syaikh Doktor Muhammad Syadi 'Arbasy, Dosen di Kampus STAI Imam Syafii di Cianjur dan Muhaqqiq kitab Turats di Darul Minhaj, beliau adalah asli Suriah, Syam, bumi para ulama Ahlus Sunnah.

https://www.youtube.com/watch?v=KCon35RdPuk

Ketika menjelaskan udhiyyah mandzuroh yang belum disembelih, namun waktu telah lewat, beliau menjelaskan kaidah fiqih yang berbunyi

كل ما وجب على المكلف لا يسقط بفوات وقته

Setiap yang wajib dikerjakan oleh seorang mukallaf, maka ketika waktu penunaiannya telah lewat, kewajiban tersebut tidaklah gugur.

Dari mana munculnya kaidah ini? Dari pembahasan udhiyyah mandzuroh, yakni udhiyyah yang dinadzarkan oleh seorang Muslim

Imam Asy Syirozi dalam Matan Al Muhadzdzab menuliskan

وإن كان نذرا لزمه أن يضحي لأنه قد وجب عليه فلم يسقط بفوات الوقت

Dan jika udhiyyahnya adalah nadzar, maka dia harus menyembelihnya karena udhiyyah wajib atasnya dan kewajiban tidak gugur dengan berlalunya waktu udhiyyah (10 Dzulhijjah dan hari Tasyriq).

Kemudian Imam An Nawawi menjelaskannya dalam kitab Al Majmu' Syarah Al Muhadzdzab juz 7 halaman 35 Penerbit Ad Dar Al Alamiyyah :

قال أصحابنا فان ضحى قبل الوقت لم تصح التضحية بلا خلاف بل تكون شاة لحم فأما إذا لم يضح حتى فات الوقت فان كان تطوعا لم يضح بل قد فاتت التضحية هذه السنة فان ضحى في السنة الثانية في الوقت وقع عن السنة الثانية لا عن الاولى وان كان منذورا لزمه أن يضحى لما ذكره المصنف والله أعلم

Madzhab kami (yakni madzhab Imam Syafii) berpendapat : jika seseorang menyembelih hewan udhiyyah sebelum waktunya, maka sembelihan udhiyyah tidak sah tanpa ada perselisihan antara ulama, bahkan hanya menjadi daging biasa yang bisa dimakan, adapun jika dia belum/tidak menyembelih sampai waktu udhiyyah berlalu, jika udhiyyah tathawu' (sunnah) maka udhiyyah tidak disembelih karena telah berlalunya waktu udhiyyah pada tahun tersebut, jika dia menyembelih hewan udhiyyah pada tahun berikutnya (tahun kedua) pada waktu udhiyyah, maka udhiyyah tersebut berlaku pada tahun kedua bukan tahun sebelumnya, dan jika udhiyyahnya adalah udhiyyah mandzuroh alias yang dinadzarkan, maka dia tetap harus menyembelihnya sebagaimana yang disebutkan oleh mushonnif. Wallaahu A'lam.

Kita tentu telah mengetahui alasannya sebagaimana yang dituliskan oleh Imam Asy Syirozi yaitu

لأنه قد وجب عليه فلم يسقط بفوات الوقت

Karena udhiyyah wajib atasnya dan kewajiban tidak gugur dengan berlalunya waktu udhiyyah (10 Dzulhijjah dan hari Tasyriq).

Kemudian dikuatkan lagi oleh Imam An Nawawi bahwa hal ini bukan hanya pendapat madzhab Imam Syafii, namun juga pendapat Imam Malik dan Imam Ahmad, Imam An Nawawi menuliskan :

إذا فاتت أيام التضحية و لم يضح التضحية المنذورة لزمه ذبحها قضاء هذا مذهبنا و به قال مالك و أحمد و قال أبو حنيفة لا تقضى بل تفوت و تسقط

Jika berlalu waktu udhiyyah (penyembelihan) dan seseorang belum menyembelih hewan udhiyyah yang dinadzarkan maka dia tetap harus menyembelihnya sebagai qadha dan inilah pendapat kami yakni madzhab Imam Syafii, ini juga merupakan pendapat Imam Malik dan Imam Ahmad, adapun Imam Abu Hanifah berpendapat tidak diqadha, bahkan hilang dan gugur.

Kemudian kembali ke kaidah tadi, dari kaidah tadi selain bisa diterapkan ke udhiyyah mandzuroh maka juga bisa kita terapkan kepada Sholat Fardhu 5 waktu dimana hukumnya adalah Fardhu 'Ain, misalnya Sholat Shubuh hukumnya jelas, kemudian jika waktu Shubuh habis/berlalu, maka kefardhuan Sholat Shubuh tidak serta-merta gugur ketika waktunya habis, bahkan wajib diqodho, demikian juga zakat, dan semua yang wajib tidak gugur jika waktu penunaiannya habis alias berlalu.

Demikian faedah ringkas dari pembahasan ini. Semoga bermanfaat.

و الله تعالى أعلم بالصواب