Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

الأصل في الأشياء الإباحة Hukum asal benda-benda adalah mubah

Yurifa Iqbal




dalam kitab al fikru al islamiyyu halaman 45, syaikh muhammad muhammad ismail mendefinisikan الأشياء dengan :

فالأشياءُ هي الموادُّ التي يتصرفُ فيها الإنسانُ بأفعالهِ

al asyyaa adalah benda-benda yang mana manusia gunakan dalan menjalankan aktivitas-aktivitasnya

kemudian syaikh muhammad ismail melanjutkan

أما الأشياءُ فإن المتتبِّع للنصوصِ الشرعية يرى أنَّ اللهَ أعطاها وصفَ الحلِّ أو الحرمة فقط، ولم يُعطِها حكمَ الوجوب أو الندبِ أو الكراهة وجعلَ الحرمة أو الحلَّ وصفاً للشيء. فقال تعالى قُلْ أَرءَيْتُم مَّا أَنْزَلَ اللهُ لَكُم مِّن رِّزْقٍ فَجَعَلْتُم مِّنْهُ حَرَاماً وَحَلاَلاً( ) وقال وَلاَ تَقُولُواْ لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الكَذِبَ هَذَا حَلاَلٌ وَهَذَا حَرَامٌ( ) إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ المَيْتَةَ( ) حَرَّمْنَا كُلَّ ذِي ظُفُرٍ( ) .فالنصوص كلها لم تجعل للشيء إلا أحد أمرين: إما أن يكون حلالاً وإما أن يكون حراماً ولا ثالث لهما ولا يخرج عن أحدهما.
adapun benda-benda, maka sungguh orang yang melakukan penelitian mendalam pada nash-nash syar'i dapat melihat bahwa Allah memberikan gambaran halal dan haram saja pada nash-nash itu, dan Allah tidak memberikan hukum wajib, mandub, atau makruh. Allah telah menjadikan haram dan halal sebagai sifat bagi benda. Allah berfirman katakanlah apakah kalian tidak melihat apa-apa yang Allah turunkan rizki kepada kalian kemudian kalian jadikan dari rizki itu halal dan haram. Allah berfirman janganlah kalian mengatakan apa-apa yang lisan-lisan kalian menyifatinya dengan kebohongan berupa ini halal dan ini haram. Allah berfirman sesungguhnya Allah mengharamkan bangkai untuk kalian. Allah berfirman Kami mengharamkan hewan berkuku bagi Yahudi. maka nash-nash tersebut seluruhnya tidaklah menjadikan sebuah benda kecuali kembali ke dua perkara, bisa jadi halal, bisa jadi haram, tidak keluar dari dua perkara ini, dan tidak ada yang ketiga.

وتلكَ الإباحةُ تُفْهَمُ من نصوصِ الشريعة إجمالاً وتَعمِيماً. فنجدُ النصوصَ تُجمِلُ الإباحة في مثلِ قوله تعالى هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُم مَّا فِي الأَرْضِ جَمِيعاً( ) وتعمِّمُ في مثل قوله تعالى أَلَمْ تَرَوْا أَنَّ اللهَ سَخَّرَ لَكُم مَّا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ وَأَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهُ ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللهِ بِهِ. فهذه الآياتُ تَدُلُّ على أن اللهَ أباح للإنسانِ جميعَ الأشياء. وأن ما حرَّمه منها استثناهُ
hukum mubah ini dipahami dari nash-nash syari secara global dan umum. maka kita temukan nash-nash yang menyimpulkan kemubahan benda pada firman Allah, Dialah yang menciptakan untuk kalian apa-apa yang ada di bumi seluruhnya. kemudian Allah berfirman tidakkah kalian melihat bahwa sesungguhnya Allah menguasakan untuk kalian apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi dan Allah menyempurnakan untuk kalian nikmat-nikmat-NYA baik secara zhahir maupun bathin. Allah berfirman sesungguhnya Allah mengharamkan atas kalian bangkai, darah, daging babi dan apa-apa yang disembelih dengannya srlain Allah. maka ayat-ayat ini menunjukkan bahwasanya Allah membolehkan semua benda untuk manusia dan apa-apa yang Allah haramkan dari benda-benda itu adalah pengecualian.

kemudian beliau menyimpulkan

فالشارعُ أباحَ الأشياء جميعَها بمعنى أنه أحلَّها، إذ الإباحةُ في الأشياءِ معناها الحلالُ، ضدُّ الحرامِ. فإذا نصَّ على حُرمة بعضِها استثنى هذا البعضَ وحده. فالحلُّ والحرمةُ بالنسبة للأشياءِ وصفٌ لها، وليس للأشياءِ غيرُهما أيُّ وصفٍ شرعيٍّ، ولا تحتاجُ إباحة الشيء، أي كونهُ حلالاً، إلى دليلٍ. لأن الدليلَ العام في النصوصِ أباحَ جميعَ الأشياء. وأما حرمتهُ فهي التي تحتاج إلى دليلٍ لأنَّها مستثناةٌ ومخصَّصة من عمومِ أدلة الإباحة فلا بدَّ لها من نصٍّ. ولذلك كان الأصلُ في الأشياءِ الإباحة، أي الأصلُ فيها أن تكون حَلالاً
maka Asy Syaari' membolehkan benda-benda semuanya yang bermakna bahwa Allah menghalalkannya, jadi makna mubah pada benda-benda adalah halal, lawan dari haram. jika ada sebagian benda-benda yang haram secara nash, maka dikecualikanlah sebagian tersebut (yang bermakna haram). halal dan haramnya suatu benda adalah sifat. dan t8dak ada gambaran syari pada benda-benda selain dua hal itu. bolehnya sebuah benda yang bermakna halal itu tidak butuh pada dalil, karena dalilnya umum pada teks-teks syari yang membolehkan semua benda. adapun keharaman benda, maka butuh dalil karena dalil lah yang akan mengecualikan dan mengkhususkan dari keumuman dalil-dalil yang membolehkan. oleh karena itu hukum asal benda adalah boleh yakni halal

maka muncullah kaidah fikih

الأصل في الأشياء الإباحة
hukum asal benda adalah mubah

syaikh doktor muslim bin muhammad dalam kitab al mumti fil qawaid al fiqhiyyah halaman 141 menjelaskan

هذه القاعدة متعلقة بحكم الأشياء المسكوت عنها أي التي لم يرد بشأنها دليل يبيحها بعينها أو يحرمها بعينها، و لفظ ( الأشياء) في هذه القاعدة و إن جاء مطلقا إلا أنه عند التحقيق مقيد بالأشياء غير الضارة. لأن الأشياء التي ثبت ضررها ليس الأصل فيها الإباحة و إن لم يرد بشأنها دليل بعينها
Kaidah ini terkait dengan hukum benda yang didiamkan darinya yang maksudnya adalah tidak adanya dalil yang membolehkan secara zatnya maupun dalil yang mengharamkan zatnya, dan lafazh al asyyaa dalam kaidah ini meskipun datang secara mutlaq kecuali dalam realisasinya terikat dengan benda-benda yang tidak berbahaya karena benda-benda yang telah pasti bahayanya hukum asalnya tidak mubah meski tidak ada dalil yang melarangnya.

kemudian beliau melanjutkan

ينبني على هذه القاعدة أحكام ما سكت عنه في الشرع و هو ليس ضارا و ذلك كثير جدا، و من أمثلته :
dari kaidah ini dibangun berbagai hukum yang didiamkan oleh syariat yang tidak mengandung bahaya. dan hal ini banyak sekali, diantara contohnya

١- أن الحيوان المشكل أمره يكون حكمه الإباحة و ذلك كالزرافة، قال السيوطي : ومنها مسألة الزرافة. قال السبكي : المختار حل أكلها، لأن الأصل الإباحة
sesungguhnya hewan yang tidak jelas perkaranya maka hukumnya mubah seperti jerapah, imam as suyuthi berpendapat terkait masalah jerapah, berkata imam as subki, pendapat yang terpulih adalah halalnya daging jerapah karena hukum asal benda adalah mubah

٢- أن النبات الذي جهلت سميته و جهل ضرره يكون حكمه الإباحة بناء على هذه القاعدة
sesungguhnya tumbuhan yang tidak diketahui namanya dan tidak diketahui apakah berbahaya, maka hukumnya mubah yang didasarkan pada kaidah ini

٣- لو دخل حمام برج شخص، و لم يعلم هل هو مملوك أو لا؟ فإن لصاحب البرج التصرف فيه. لأن الأصل في الأشياء الإباحة
jika ada burung merpati yang masuk ke dalam rumah atau istana seseorang, dan tidak diketahui apakah burung merpati itu ada yang memiliki atau tidak? maka pemilik rumah atau istana tersebut boleh melakukan tasharuf terhadap burung merpati itu karena kaidah hukum asal benda adalah mubah

و الله أعلم

referensi kitab :

1. al fikru al islamiyyu syaikh muhammad muhammad ismail halaman 45-49

2. al mumti fil qawaid al fiqhiyyah syaikh doktor muslim bin muhammad halaman 141-144